Showing posts with label dakwah. Show all posts
Showing posts with label dakwah. Show all posts

Friday 21 October 2016

Dakwah

Pengertian Dakwah

Dakwah menurut etimologi (bahasa) berasal dari kata bahasa Arab :daa  yadu  dawatanyang berarti mengajak, menyeru, dan memanggil[1 Drs. Samsul Munir Amin, M.A,Rekonstruksi Pemikiran Dakwah Islam,Jakarta, 2008 hal. 3]. Di antara makna dakwah secara bahasa adalah:-         An-Nida artinya memanggil; daa filanun Ika fulanah, artinya si fulan mengundang fulanah-         Menyeru, ad-dua ila syaii, artinya menyeru dan mendorong pada sesuatu[2 Jumah Amin Abdul Aziz,Fiqih Dakwah; studi atas berbagai prinsip dan kaidah yang harus dijadikan acuan dalam dakwah islamiah, Solo, 2011] Dalam dunia dakwah, rang yang berdakwah biasa disebut Dai dan orang yang menerima dakwah atau orang yang didakwahi disebut dengan Mad'u[3 Lihat Drs. Wahidin Saputra,M.A, Pengantar Ilmu Dakwah, Jakarta, 2011 hal. 1]. Dalam pengertian istilah dakwah diartikan sebagai berikut:
1.     Prof. Toha Yaahya Oemar menyatakan bahwa dakwah Islam sebagai upaya mengajak umat dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah Tuhan untuk kemaslahatan didunia dan akhirat.
2.     Syaikh Ali Makhfudz, dalam kitabnya Hidayatul Mursyidin memberikan definisi dakwah sebagai berikut: dakwah Islam yaitu; mendorong manusia agar berbuat kebaikan dan mengikuti petunjuk (hidayah), menyeru mereka berbuat kebaikan dan mencegah dari kemungkaran, agar mereka mendapat kebahagiaan di dunia dan akhirat.
3.     Hamzah Yaqub mengatakan bahwa dakwah adalah mengajak umat manusia dengan hikmah (kebijaksanaan) untuk mengikuti petunjuk Allah dan Rasul-Nya.
4.     Menurut Prof Dr. Hamka dakwah adalah seruan  panggilan untuk menganut suatu pendirian yang ada dasarnya berkonotasi positif dengan substansi terletak pada aktivitas yang memerintahkan amar maruf nahi mungkar.
5.     Syaikh Muhammad Abduh mengatakan bahwa dakwah adalah menyeru kepada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran adalah fardlu yang diwajibkan kepada setiap muslim[4 Drs. Wahidin Saputra, M.A,Pengantar Ilmu Dakwah,Jakarta, 2011 hal. 1-2] Dari beberapa definisi di atas secara singkat dapat disimpulkan bahwa dakwah merupakan suatu aktivitas yang dilakukan oleh informan (dai) untuk menyampaikan informasi kepada pendengar (madu) mengenai kebaikan dan mencegah keburukan. Aktivitas tersebut dapat dilakukan dengan menyeru, mengajak atau kegiatan persuasif lainnya.Dakwah menjadikan perilaku Muslim dalam menjalankan Islam sebagai agama rahmatan lilalamin yang harus didakwahkan kepada seluruh manusia, yang dalam prosesnya melibatkan unsur: dai(subyek),bmaaddah(materi), thoriqoh(metode), wasilah(media), dan madu(objek) dalam mencapai maqashid(tujuan) dakwah yang melekatdengan tujuan Islam yaitu mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat[5 Drs. Wahidin Saputra, M.A,Pengantar Ilmu Dakwah,Jakarta, 2011]. Islam sebagai agama merupakan penerus dari risalah-risalah yang dibawa nabi terdahulu, terutama agama-agama samawi seperti Yahudi dan Nasrani. Islam diturunkan karena terjadinya distorsi ajaran agama, baik karena hilangnya sumber ajaran agama sebelumnya ataupun pengubahan yang dilakukan pengikutnya. Dalam agama Nasrani misalnya, hingga saatini belum ditemukan kitab suci yang asli.Karena dakwah merupakan aktivitas amar maruf nahi mungkar, dakwah tidak selalu berkisar pada permasalahan agama seperti pengajian atau kegiatan yang dianggap sebagai kegiatan keagamaan lainnya. Paling tidak ada tiga pola yang dapat dipahami mengenai dakwah :
a. Dakwah Kultural Dakwah kultural adalah aktivitas dakwah yang mendekatkan pendekatan Islam Kultural, yaitu: salah satu pendekatan yang berusaha meninjau kembali kaitan doktrinasi yang formal antara Islam dan negara. Dakwah kultural merupakan dakwah yang mendekati objek dakwah (madu) dengan memperhatikan aspek sosial budaya yang berlaku pada masyarakat. Seperti yang telah dilaksanakan para muballigh dahulu (yang dikenal sebagai walisongo) di mana mereka mengajarkan Islam menggunakan adat istiadat dan tradisi lokal. Pendekatan dakwah melalui kultural ini yang menyebabkan banyak masyarakat yang tertarik masuk Islam. Hingga kini dakwah kultural ini masih dilestarikan oleh sebagian umat Islam di Indonesia.
b. Dakwah PolitikDakwah politik adalah gerakan dakwah yang dilakukan dengan menggunakan kekuasaan (pemerintah); aktivis dakwah bergerak mendakwahkan ajaran Islam supaya Islam dapat dijadikan ideologi negara, atau paling tidak setiap kebijakan pemerintah atau negara selalu diwarnai dengan nilai-nilai ajaran Islam sehingga ajaran Islam melandasi kehidupan politik bangsa. Negara dipandang pula sebagai alat dakwah yang paling strategis.Dakwah politik disebut pula sebagai dakwah struktural. Kekuatan dakwah struktural ini pada umumnya terletak pada doktrinasi yang dipropagandakannya. Beberapa kelompok Islam gigih memperjuangkan dakwah jenis ini menurut pemahamannya.
c. Dakwah EkonomiDakwah ekonomi adalah aktivitas dakwah umatIslam yang berusaha mengimplementasikan ajaranIslam yang berhubungan dengan proses-proses ekonomi guna peningkatan kesejahteraan umat Islam. Dakwah ekonomi berusaha untuk mengajak umat Islam meningkatkan ekonomi dan kesejahteraannya. Ajaran Islam dalam kategori ini antara lain; jual-beli, pesanan,zakat, infak dan lain sebagainya.Makna dakwah juga berdekatan dengan konseptalim, tadzkir,dantashwir.Talim berarti mengajar, tujuannya menambah pengetahuan orang yang diajar, kegiatannya bersifat promotif  yaitu meningkatkan pengetahuan, sedang objeknya adalah orang yang masih kurang pengetahuannya.Tadzkir berarti mengingatkan dengan tujuan memperbaiki dan mengingatkan pada orang yang lupa terhadap tugasnya sebagai serang muslim. Karena itu kegiatan ini bersifa treparatif atau memperbaiki sikap, dan perilaku yang rusak akibat pengaruh lingkungan keluarga dan sosial budaya yang kurang baik, objeknya jelas mereka yang sedang lupa akan tugas dan perannya sebagai muslim.Tashwir berarti melukiskan sesuatu pada alam pikiran seorang, tujuannya membangkitkan pemahaman akan sesuatu melalui penggemaran atau penjelasan. Kegiatan ini bersifat propagatif, yaitu menanamkan ajaran agama kepada manusia, sehingga mereka terpengaruh untuk mengikutinya[6 Drs. Wahidin Saputra, M.A,Pengantar Ilmu Dakwah, Jakarta, 2011 hal 4-5].
Dakwah yang diwajibkan tersebut berorientasi pada beberapa tujuan:
1.     Membangun masyarakat Islam, sebagaimana para rasul Allah yang memulai dakwahnya di kalangan masyarakat jahiliah. Mereka mengajak manusia untuk memeluk agama Allah Swt, menyampaikan wahyu-Nyan kepada kaumnya, dan memperingatkan mereka dari syirik.
2.     Dakwah dengan melakukan perbaikan pada masyarakat Islam yang terkena musibah. Seperti penyimpangan dan berbagai kemungkaran, serta pengabaian masyarakat tersebut terhadap segenap kewajiban.
3.     Memelihara kelangsungan dakwah di kalangan masyarakat yang telah berpegang pada kebenaran, melalui pengajaran secara terus-menerus, pengingatan, penyucian jiwa, dan pendidikan[7 Jumah Amin Abdul Aziz, Fiqih Dakwah; studi atas berbagai prinsip dan kaidah yang harus dijadikan acuan dalam dakwah islamiah,Solo, 2011,].
B. Landasan Dakwah Dakwah merupakan kewajiban yang syari.
Hal ini sebagaimana      tercantum di dalam Al-Quran maupun As-Sunnah. Beberapa Ayat Dakwah
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.(Q.S. An-Nahl [16]:125)
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang maruf dan mencegah dari yang munkar ; merekalah orang-orang yang beruntung.(Q.S. Ali Imran [3]:104) Beberapa Hadits Dakwah
Rasulullah pernah bersabda: Barangsiapa yang melihat kemungkaran, maka cegahlah dengan tanganmu, apabila belum bisa, maka cegahlah dengan mulutmu, apabila belum bisa, cegahlah dengan hatimu, dan mencegah kemungkaran dengan hati adalah pertanda selemah-lemah iman
Dalam hadits lain nabi bersabda :
“Ajaklah mereka memeluk Islam dan beritahu mereka apa-apa yang diwajibkan atas mereka yang berupa hak Allahdi dalamnya. Demi Allah, Allah memberi petunjuk kepada seseorang lantaran engkau, adalah lebih baik bagimu dari pada engkau memiliki unta merah                              
Karakter Dakwah
Apabila dikatakan dakwah islamiah, maka yang dimaksudkan adalah Risalah terakhir yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai wahyu dari Allahdalam bentuk kitab yang tidak ada kebatilan di dalamnya, baik di depan atau belakangnya, dengan kalam-Nya yang bernilai mukjizat, dan yang ditulis di dalam mushaf yang diriwayatkan dari Nabi Saw dengan Sand yang mutawatir, yang membacanya bernilai ibadah.Dengan penjabaran demikian, dakwah Islam memiliki beberapa karakter yang membedakannya dari dakwah-dakwah yang lain. Ada beberapa karakteristik di antaranya ialah:
1.     Rabaniyah, artinya bersumber dari wahyu Allah Swt.
2.     Wasathiyah, artinya tengah-tengah atau seimbang
3.     Ijabiyah, artinya positif dalam memandang alam, manusia, dan kehidupan
4.     Waqiiyah, artinya realistis dalam memperlakukan individu dan masyarakat
5.     Akhlaqiyah, artinya sarat dengan nilai kebenaran, baik dalam sarana maupun tujuannya
6.     Syumuliyah, artinya utuhdan menyeluruh dalam manhajnya
7.     Alamiyah, bersifat mendunia
8.     Syuriyah, berpijak di atasprinsip musyawarah dalam menentukan segala sesuatunya
9.     Jihadiyah, artinya terus memerangi siapa saja yang berani menghalang-halangi Islam, dan mencegah tersebarnya dakwah.
10. Salafiyah, artinya menjaga orisinalitas dalam pemahaman dan akidah[8 Jumah Amin Abdul Aziz,Fiqih Dakwah; studi atas berbagai prinsip dan kaidah yang harus dijadikan acuan dalam dakwah islamiah,Solo, 2011,hal 45-46].

D. Faktor-Faktor Keberhasilan Dakwah
Dakwah tidak akan berhasil apabila seorang dai tidak menyerahkan dirinya secara totalitas untuk berjuang di jalan Allah. Dakwah yang berhasil ialah dakwah yang efektif membimbing manusia untuk amar maruf dan nahi mungkar. Banyak faktor yang mendukung keberhasilan dakwah ini, di antaranya ialah:
1.     Pemahaman yang mendalam
2.     Keimanan yang kuat
3.     Kecintaan yang kukuh
4.     Kesadaran yang sempurna
5.     Kerja yang kontinuDalam rangka mencapai tujuan yang mulia itu, seorang muslim harus bersedia menjual diri dan hartanya kepada Allah, sampai dia tidak memiliki apa-apa. Dia menjadikan dunia hanya untuk dakwahnya, demi untuk memperoleh keberhasilan akhirat, sebagai pembalasan atas pengorbanannya.  Allah Swt berfirman:Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang yang beriman diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka(At-Taubah:111)[9 Jumah Amin Abdul Aziz,Fiqih Dakwah; studi atas berbagai prinsip dan kaidah yang harus dijadikan acuan dalam dakwah islamiah,Solo, 2011].
E. Sarana Dakwah dan Realisasi Target
Dengan pemahaman yang benar terhadap dakwah, kita berupaya melaksanakan pemahaman ini agar terjelma dalam kehidupan yang nyata, dan prinsip-prinsip yang dilaksanakan dapat disaksikan dan dirasakan pengaruhnya oleh manusia. Hal itu dilakukan melalui upaya untuk merealisasikan target-target berikut ini:
1.     Ishlah An-Nafs(perbaikan jiwa), sehingga menjadi seorang muslim yang kuat fisiknya, baik akhlaknya, luas wawasan berpikirnya, mampu bekerja, bersih akidahnya, benar ibadahnya dan bermanfaat untuk orang lain. Perbaikan ini menuntun hingga menjadi manusiaasan takwim.
2.     Membina rumah tangga islami sehingga berimbas pada harmonisasi kehidupan dalam lingkup keluarga maupun masyarakat luas.
3.     Irsyad Al-Mujtama(memberi pengarahan kepadamasyarakat) yakni dengan menanamkan prinsip amar maruf nahi mungkar.
4.     Berdakwah kepada pemerintah untuk menerapkan syariat Allah dengan segala metode yang bijaksana dan akhlak islami
5.     Berdakwah untuk mewujudkan persatuan Islam dengan cara misalnya melakukan konsolidasi kepada negara-negara Islam[10 Jumah Amin Abdul Aziz,Fiqih Dakwah; studi atas berbagai prinsip dan kaidah yang harus dijadikan acuan dalam dakwah islamiah,Solo, 2011hal 59].
DAFTAR PUSTAKA
[1]Drs. Samsul Munir Amin, M.A,Rekonstruksi Pemikiran Dakwah Islam,Jakarta, 2008 hal. 3
[2]Jumah Amin Abdul Aziz,Fiqih Dakwah; studi atas berbagai prinsip dan kaidah yang harus dijadikan acuan dalam dakwah islamiah,Solo, 2011,
[3]Lihat Drs. Wahidin Saputra,M.A,Pengantar Ilmu Dakwah,Jakarta, 2011 hal. 1
[4]Drs. Wahidin Saputra, M.A,Pengantar Ilmu Dakwah,Jakarta, 2011 hal. 1-2
[5]Drs. Wahidin Saputra, M.A,Pengantar Ilmu Dakwah,Jakarta, 2011
[6]Drs. Wahidin Saputra, M.A,Pengantar Ilmu Dakwah,Jakarta, 2011 hal 4-5
[7]Jumah Amin Abdul Aziz,Fiqih Dakwah; studi atas berbagai prinsip dan kaidah yang harus dijadikan acuan dalam dakwah islamiah,Solo, 2011,
[8]Jumah Amin Abdul Aziz,Fiqih Dakwah; studi atas berbagai prinsip dan kaidah yang harus dijadikan acuan dalam dakwah islamiah,Solo, 2011,hal 45-46
[9]Jumah Amin Abdul Aziz,Fiqih Dakwah; studi atas berbagai prinsip dan kaidah yang harus dijadikan acuan dalam dakwah islamiah,Solo, 2011,[10]Lihat
[10]Jumah Amin Abdul Aziz,Fiqih Dakwah; studi atas berbagai prinsip dan kaidah yang harus dijadikan acuan dalam dakwah islamiah,Solo, 2011hal 59

Thursday 20 October 2016

Tafsir Dakwah III

Di antara penyakit lisan (Aafatul Lisan) yang sangat berbahaya adalah mengumpat dan mencela. Ayat di atas menjelaskan betapa dahsyatnya ancaman bagi pengumpat dan pencela.
Umpatan dan Celaan adalah Ujian Dakwah
Surat Al Humazah adalah termasuk deretan Surat Makkiyah, yaitu surat yang turun sebelum Rasulullah saw dan gangguan yang terjadi pada tahun-tahun awal kehidupan dakwah. Ini juga contoh konkret dari tribulasi dakwah yang bisa terjadi pada sosok da’i, di mana dan kapan saja. Jadi, hal ini sunnatullah dalam dakwah sehingga tidak boleh membuat juru dakwah putus asa, pesimis dan loyo apalagi sampai meninggalkan dakwah hanya karena tak tahan menghadapinya.
Dalam kajian Sayyid Quthb rahimahullah surat ini memberi gambaran sosok pencela yang kerdil jiwanya karena telah dikuasai harta sehingga menganggap harta adalah nilai (value), variabel atau standar tertinggi dalam kehidupan. Maka, ketika ia bergelimang harta, ia merasa telah memiliki dan menguasai harga diri manusia. Puncaknya, ia menganggap harta adalah tuhan yang maha kuasa, mampu berbuat apa pun, sampai-sampai mampu menolak kematian dan mengekalkan kehidupan serta menolak qadha' (ketentuan) Allah, hisab (audit)-Nya dan jaza' (balasan)-Nya, jika ia masih memandang adanya hisab dan balasan.
Mengumpat dan Mencela, Sifat Orang Kafir
Sederet nama di atas, jika riwayat-riwayat tersebut shahih, adalah musuh bebuyutan dakwah di zaman Nabi saw. Mereka sangat populer sepak terjangnya dalam memusuhi Nabi saw dan orang-orang beriman. Hal ini memberikan pemahaman bahwa mengumpat dan mencela adalah sifat dan karakter orang kafir. Karenanya, Islam membenci perilaku buruk dan menyebutkannya dalam banyak ayat Al Qur'an.
 AYAT 1
                                                                                                                      وَيْلٌ لِّكُلِّ هُمَزَةٍ لُّمَزَةٍ
“ Wail bagi pengumpat dan pencela”
Kata ( وَيْلٌ ) wail digunakan untuk menggambarkan kesedihan, kecelakaan, dan kenistaan.kata ini juga digunakan untuk mendoakan seseorang untuk mendapatkan kecelakaan dan kenistaan itu. Dengan demikian ia dapat menggambarkan keadaan buruk yang sedang atau akan dialami. Banyak ulama memahaminya dalam arti kecelakaan atau kenistaan yang akan dialami, dan dengan demikian ia akan menjadi ancaman buat pengumpat dan pencela. Sementara ulama berpendapat bahwa wail adalah nama satu lembah dineraka, yang melakukan pelanggaran tertentu akan tersiksa dineraka.[1]
Kata al-humazah adalah bentuk jamak dari kata hummaz yang terambil dari kata al-hamz yang pada mulanya berarti tekanan dan dorongan yang keras. Huruf hamzah dalam  alfabeth bahasa arab,dinamai demikian karena posisi lidah dalam pengucapannya berada diujung tenggorokan sehingga untuk mengucapkannya dibutuhkan semacam dorongan dan tekanan. Kalimat hamazat asy-syayathin berarti dorongan-dorongan syetan untuk melakukan kejahatan. Pengertian itu berkembang sehingga ia diartikan dengan mendorong orang lain dengan lidah (ucapan) atau dengan kata lain menggunjing, mengumpat, sisi negatif (mencela) orang lain tidak dihadapan yang bersangkutan. Dengan makna lain adalah ghibah.
Ada 6 yang dikecualikan dari larangan di atas, dengan kata lain agama dapat  membenarkan seseorang menyebut kejelekan orang lain dibelakang yang bersangkutan, selama salah satu yang disebut dibawah ini terpenuhi, yaitu :[2]
1.         Mengadukan penganiayaan yang dialami seseorang kepada pihak yang diduga dapat mengatasi penganiayaan itu.
2.         Mengharapkan bantuan dari siapa yang disampaikan kepadanya keburukan itu, agar keburukan itu dapat tersingkirkan.
3.         Menyebut keburukan dalam rangka meminta fatwa keagamaan.
4.         Menyebut keburukan seseorang dengan tujuan memberi.
5.         Membicarakan keburukan seseorang yang secara terang-terangan dan tanpa malu melakukannya.
6.         Mengidentifikasi seseorang atau memberinya gelar atau ciri tertentu, yang tanpa hal tersebut yang bersangkutan tidak terkenal.
Kata (لُّمَزَةٍ ) lumazah adalah bentuk jamak dari (lammaz) yang terambil dari kat (al-lamz). Kata ini digunakan untuk menggambarkan ejekan yang mengundang tawa. Sementara ulama berpendapat bahwa al-lamz adalah “mengejek dengan menggunakan isyarat mata atau tanagn yang disertai dengan kata-kata yang diucapkan secara berbisik, baik yang dihadapan maupun  dibelakang orang yang diejek.
AYAT 2-3
الَّذِي جَمَعَ مَالًا وَعَدَّدَهُ , يَحْسَبُ أَنَّ مَالَهُ أَخْلَدَه
“Yang menghimpun harta dan menghitung-hitungnya, dia mengira bahwa hartanya akan mengekalkannya”
Setelah ayat yang lalu mengecam pengumpat dan pengejek, ayat-ayat diatas mengisyaratkan salah satu perbuatan itu yakni pengumpat atau pengejek itu adalah orang yang menghimpun harta yang banyak dan sering kali menghitung-hitungnya, itu dilakukan karena ia mengira bahwa hartanya akan mengekalkannya.
Kata (mal) dari segi bahasa mulanya berarti cenderung atau senang. Agaknya dinamai demikian, karena hati manusia selalu cenderung dan senang kepadanya.
Kata ( عَدَّدَهُ ) ‘addadahu terambil dari kata ‘adda yang dapat dipahami dalam arti menghitung atau menganekaragamkan atau menyiapkan. Kata tersebut menggambarkan bahwa  si pengumpat yang mengumpulkan harta itu tidak sekedar mengumpulkannya, tetapi dia begitu cinta kepada harta sehingga dari saat-kesaat dia menghitung-hitungnya, dan dia begitu bangga dengannya sehingga memamerkannya. Atau menjadikannya beranekaragam dengan membeli berbagai ragam benda. Seperti sawah, ladang, kendaraan, rumah, pershiasan dan sebagainya dan juga dalam arti mempersiapkan untuk kebutuhan anak keturunannya. Betapapun, kesemuanya itu bermuara pada satu maksud bahwa yang bersangkutan amat cinta kepada harta benda dan amat kikir.[3]
Kata (akhladahu) terambil dari kata (al-khuld) kekal. Kata yang digunakan pada ayat ini berbenrtuk kata kerja bentuk lampau (madhi) tetapi maksudnya adalah masa datang (mudhari). Ini untuk mengisyaratkan betapa mantap dugaan itu dalam diri yang bersangkutan sehingga seakan-akan kekekalan tersebut sudah merupakan kepastian seperti pastinya sesuatu yang telah terjadi.
AYAT 4-5
كَلَّا ۖ لَيُنبَذَنَّ فِي الْحُطَمَةِ , وَمَا أَدْرَاكَ مَا الْحُطَمَةُ
“Tidak ! Dia pasti akan dilemparkan kedalam khutamah. Apakah yang menjadikan engkau mengetahui apakah al-khutamah”.
Ayat yang lalu menegaskan bahwa si pengumpat yang menumpuk dan menghitung-hitung harta menduga bahwa harta itu akan mengekalkannya. Ayat diatas membantah dugaan itu sambil mengancam yang bersangkutan bahwa: Tidak, atau hati-hatilah, Aku bersumpah dia pasti akan  dilemparkan ke neraka al-hutmah. Untuk menggambarkan betapa ngeri dan pedihnya siksa neraka itu ayat berikutnya menegaskan “wa maa adraaka” yakni apakah yang menjadikan engkau mengetahui apakah al-hutmah itu.
AYAT 6-9
نَارُ اللَّهِ الْمُوقَدَةُ , الَّتِي تَطَّلِعُ عَلَى الْأَفْئِدَةِ , إِنَّهَا عَلَيْهِم مُّؤْصَدَةٌ , فِي عَمَدٍ مُّمَدَّدَةٍ
“Api Allah yang naik sampai ke hati. Sesungguhnya ia atas mereka ditutup (rapat-rapat). Pada tiang-tiang yang sangat panjang”.
Setelah mengisyaratkan betapa hebatnya neraka dan bahwa dia diluar kemampuan nalar manusia untuk menjangkaunya, ayat-ayat diatas bagaikan menyatakan bahwa : Sekedar untuk menggambarkannya sesuai kemampuan kamu, al-hutmah adalah api Allah yang naik secara sempurna sampai kehati semua pendurhaka. Jangan duga ada diantara mereka yang dapat menghindar, jangan juga duga bahwa api itu mematikan mereka karena sesungguhnya ia yakni tempat api itu dikorbankan atas mereka secara khusus ditutup rapat-rapat sedang para yang tersiksa itu diikat pada tiang-tiang yang sangat panjang.[4]
B.     ASBABUN NUZUL
Pada suatu waktu Utsman bin Affan dan Abdillah bin Umar berkata: masih terdengar segar dalam telinga kami, bahwa ayat ke-1 dan ke-2 dari surah al-humazah diturunkan sehubungan dengan Ubayyin bin Khalaf, seorang hartawan besar dalam kalangan Quraisy. Ia selalu mengejek dan menghina Rasulullah SAW dengan harta kekayaan yang dimilikinya”. Ubayyin senantiasa membanggakan harta kekayaan yang dimiliki, dan beranggapan bahwa ia dapat hidup kekal dengan hartanya, sehingga tidak perlu beribadah kepada siapapun.[5]
(H.R Ibnu Abi Hatim dari Utsman dan Abdillah bin Umar).
Ayat ke-1 sampai dengan ayat ke-3, diturunkan sehubungan dengan Akhnas bin Syarik yang pekerjaan sehari-harinya hanya mengumpat dan mengejek orang lain. Ayat ini diturunkan Allah SWT, sebagai peringatan dan teguran atas perbuatan yang tidak terpuji tersebut. Balasan bagi mereka yang tidak memperhatikan peringatan ini, tidak lain adalah siksa yang sangat dari sisi Allah SWT.
(H.R Ibnu Abi Hatim dan Suddi)
Ayat ke 1 sampai dengan ayat ke 3, diturunkan sehubungan dengan jamil bin Amir al-jumhi, seorang pendekar dan tokoh yang musyrik yang pekerjaan dan sehari-harinya hanya menghina dan mengejek orang lain. Ayat-ayat ini diturunkan sebagai peringatan dari sisi Allah SWt.
(H.R Ibnu Jarir dari seorang suku Riqqah)
Ayat-ayat yang terkandung dalam surah al-humazah diturunkan sehubungan dengan Umayyah bi Khalaf yang selalu memaki, menghina, dan mencela Rasulluh SAW. Disetiap kesempatan bertemu. Sejalan dengan itu, maka Allah SWT. Memerintahkan malaikat jibril untuk menurunkan wahyu yang secara tegas memberikan sanksi hukuman (siksa) kepada orang kikir dan orang mengumpat. Mereka diancam dengan amuk api neraka khutamah.
(H.R ibnu Mundzir dari Abu Ishak)
C.  ASPEK KOMUNIKASI DALAM SURAT AL-HUMAZAH
                  Dalam Menganailisis surat al-humazah ini sesuai dengan kontekstual terdapat beberapa aspek yang terkandung didalamnya yakni politik, ekonomi, sosial dan budaya. Yang dimana aspek-aspek tersebut ada karena di setiap komunikasi itu ada yang namanya komunikator, komunikan dan media.
                  Komunikasi adalah proses penyampaian pesan dari individu atau komunikator menggunakan symbol/ media mempresentasikan suatu makna, pemikiran ide sesuai dengan lingkungan. Sesuai dengan analisis dari surat al-humazah ini komunikator berperan dalam menyampaikan pesan kepada komunikannya melalui bahasa/ media. Yang dimana dalam komunikasi tersebut terdapat suatu masalah atau pokok yang melahirkan beberapa bidang/ aspek yang tersebut diatas. 





BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pada surah Al-Humazah menyinggung tentang pemicu lahirnya sosok pengumpat lagi pencela, yaitu, "Yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitung maksudnya mengumpulkan dan menghitung-hitung harta yang karenanya dia menjadi kikir dan tidak mau menafkahkannya di jalan Allah. Dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya."
Ketika manusia mempersepsikan harta sebagai "segalanya" bahkan menuhankannya karena mengira harta itu berkuasa atas segala sesuatu, maka beragam sifat dan perilaku negatif dengan sendirinya akan muncul. Di mata manusia semacam ini, semua orang bisa diatur dan derajatnya lebih rendah darinya. Maka, menghina, mengumpat dan mencela orang lain adalah biasa dan lumrah bagi orang yang menghamba kepada harta.
Kedahsyatan ancaman bagi pengumpat dan pencela dilukiskan surat ini sejak awal ayat. Bahkan kata pertamanya adalah ancaman kebinasaan, "Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela." Penyebutan ancaman "Wail", kecelakaanlah... padahal di akhir surat juga diancam lagi dengan neraka, memberi pemahaman bahwa ini bisa saja merupakan ancaman kebinasaan dan kehancuran di dunia sebelum nanti di akhirat dimasukkan ke neraka. Karenanya, kehidupan pengumpat dan pencela tak akan pernah mendapat ketenangan, kedamaian dan jauh dari rahmat dan keberkahan Allah, meski bisa saja hidupnya bergelimang harta. Ketenangan, kebahagiaan dan kesejahteraan yang terlihat hanyalah fatamorgana. Kelak di akhirat, para pengumpat dan pencela akan dimasukkan ke neraka Huthamah.


DAFTAR PUSTAKA

Shihab Quraish, 2002, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian AL-Qur’an, Jakarta: Lentera Hati.
Mahali Mudjab, 2002, Asbabun Nuzul: Studi Pendalaman Al-Qur’an Surat Al-Baqarah- An- Nas, Jakarata: PT Raja Grafindo Persada.

[1] Shihab Quraish, 2002, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian AL-Qur’an, Jakarta: Lentera Hati Hal :511
[2] Shihab Quraish, 2002, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian AL-Qur’an, Jakarta: Lentera Hati Hal :512
[3] Shihab Quraish, 2002, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian AL-Qur’an, Jakarta: Lentera Hati Hal :515
[4] Shihab Quraish, 2002, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian AL-Qur’an, Jakarta: Lentera Hati Hal :517
[5] Mahali Mudjab, 2002, Asbabun Nuzum: Studi Pendalaman Al-Qur’an Surat Al-Baqarah- An- Nas, jakarata: PT raja Grafindo Persada, Hal : 948-949

Tafsir Dakwah II

BAB II
PEMBAHASAN
A.    TAFSIRAN  SURAH AL-HUMAZAH
(QS Al Humazah [104]: 1 – 9)

Terjemahan
Text Qur'an
Ayat

Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela,
وَيْلٌ لِكُلِّ هُمَزَةٍ لُمَزَةٍ
1

yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya, [maksudnya mengumpulkan dan menghitung-hitung harta yang karenanya dia menjadi kikir dan tidak mau menafkahkannya di jalan Allah].
الَّذِي جَمَعَ مَالا وَعَدَّدَهُ
2

dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya,
يَحْسَبُ أَنَّ مَالَهُ أَخْلَدَهُ
3

sekali-kali tidak! Sesungguhnya dia benar-benar akan dilemparkan ke dalam Huthamah.
كَلا لَيُنْبَذَنَّ فِي الْحُطَمَةِ
4

Dan tahukah kamu apa Huthamah itu?
وَمَا أَدْرَاكَ مَا الْحُطَمَةُ
5

(yaitu) api (yang disediakan) Allah yang dinyalakan,
نَارُ اللَّهِ الْمُوقَدَةُ
6

yang (membakar) sampai ke hati.
الَّتِي تَطَّلِعُ عَلَى الأفْئِدَةِ
7

Sesungguhnya api itu ditutup rapat atas mereka,
إِنَّهَا عَلَيْهِمْ مُؤْصَدَةٌ
8

(sedang mereka itu) diikat pada tiang-tiang yang panjang.
فِي عَمَدٍ مُمَدَّدَةٍ
9

Tafsir Dakwah 1

MAKALAH TAFSIR DAKWAH (KOMUNIKASI) Tentang SURAH AL-HUMAZAH
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Surah al Humazah ini terdiri dari 9 ayat, tergolong surat-surat Makkiyah dan diturunkan setelah surat Al Qiyamah. Kaitannya dengan surat Al ‘Ashr ialah ketika Allah di dalam Surat Al ‘Ashr menyebutkan bahwa semua persoalan manusia bergelimang dalam kesesatan, kecuali orang yang dilindungi Allah, lalu di sini Dia menyebutkan sebagian sifat-sifat orang yang sesat itu.
 Surat ini bercerita tentang kecelakaan yang akan dialami oleh orang yang suka mengumpat dan mencela. Mengumpat adalah mencaci maki dan menjelek-jelekkan orang lain secara terang-terangan ketika orang yang dicaci maki itu ada di hadapannya. Sedangkan mencela, biasanya dilakukan ketika orang yang dicela itu tidak ada. Orang yang senang mengumpat disebut pengumpat.
Pada zaman Nabi Muhammad SAW terdapat seorang musyrik yang bernama Al-Akhnas bin Syuraiq. Dia adalah orang yang sangat membenci Nabi SAW. Setiap bertemu Nabi dia mencaci maki beliau. Jika Nabi tidak ada, dia menjelek-jelekkan beliau di depan orang banyak. Karena itu, Allah menurunkan surat Al Humazah yang menjelaskan bahwa orang seperti itu akan celaka.

B.     Rumusan Masalah
a.       Bagaimana tafsiran ayat surat Al-Humazah?
b.      Apa asbabun nuzul dari ayat al-humazah?
c.       Bagaimana aspek komunikasi dalam surat al-humazah?

C.    Tujuan
Supaya para pembaca bisa mengatahui apa tafsiran dari setiap ayat pada surat Al-Humazah, asbabun nuzulnya serta aspek komunikasi yang dipakai dalam surat al-humazah.