Saturday 22 October 2016

Yamaha Musik Sumbangkan 420 Keyboard untuk Murid SD


Yamaha Musik terus membuktikan kepedulian terhadap pendidikan musik sejak dini. Kali ini, PT Yamaha Musik Indonesia Distributor kembali menyelenggarakan program corporate social responsibility (CSR) untuk masyarakat. Programbertajuk Ceria Bermain Keyboard di Sekolah dilakukan dalam bentuk bantuan keyboard Yamaha sebanyak 420 unit untukSekolah Dasar Negeri di Jakarta Pusat."Kami ingin anak-anak bisa bermain sekaligus belajar musik,"kata President Director PT Yamaha Musik Indonesia Distributor Ryo Kasai saat serah terima di kawasan Pasar Baru, Jakarta Pusat, Kamis (20/10).Sebanyak 20 SDN dari 4 kecamatan di Jakarta Pusat wilayah 1 telah dipilih untuk menerima bantuan keyboard dari Yamaha. Sekolah yang dipilih adalah SDN yang memenuhi syarat dan ketentuan dari pihak Yamaha yang melakukan survei langsung. Sekolah yang menerima yakni, SDN Petojo Utara 13, Kebon Kelapa 02, Duri Pulo 03, Petojo Selatan 01, Petojo Selatan 06, Menteng 01, Menteng02, Menteng 03, Cikini 02, Gondangdia 01, Gondangdia 3, Kebon Sirih 01, Gondangdia 05, Karang Anyar 08, Gunung Sahari Utara 01, Bendungan Hilir 01, Bendungan Hilir 09, Bendungan Hilir 12, Karet Tengsin 13, dan Karet Tengsin 15. "Terimakasih dan apresiasi sebesar-besarnya. Program ini bisa meningkatkan kualitas pendidikan dari segi musik," kata Walikota Jakarta Pusat Mangara Pardede yang turut hadir. "20 sekolah yang dapat harus menggunakan dan memanfaatkannya dengan baik," sambungnya. Setiap sekolah penerima bantuanwajib memberikan pendidikan musik keyboard sebagai kegiatan ekstrakulikuler kepada seluruh siswa SD kelas 2. Kegiatan dilakukan di sekolah masing-masing secara berkelanjutan tiap tahun. Lama pendidikan adalah satu tahun, dengan waktu belajar 1x seminggu selama 70 menit.

Untuk mencapai tujuan program itu, PT Yamaha Musik Indonesia Distributor juga menyediakan training awal bagi guru sebagai tenaga pengajar. "Sudah dilaksanakan pelatihan enam pertemuan. Siswa belajar step 1, 2, dan 3 dan seminar. Nanti juga bakal ada exhibition atau lomba bagi siswa," jelas Ibu Suyani dari Smile Music.Dalam perjalanannya, program Ceria Bermain Keyboard di Sekolah akan diawasi oleh suku dinas dan pihak Yamaha."Pengawasannya ada pengawas wilayah binaaan, secara periode memonitor, melihat latihan juga dan, memotivasi," tutup Kepala Suku Dinas Pendidikan Jakarta Pusat Sujadiyono.Ini bukan kali pertama PT Yamaha Musik Indonesia Distributor menyelenggarakan Ceria Bermain Keyboard di Sekolah. Sebelumnya pada 2015 mereka telah menyumbangkan 3000 unit keyboard untuk tujuh kota terpilih. 

Sumber : Jawa Pos

Moga Bermanfaat

Friday 21 October 2016

Shalat Jamaah

ARTIKEL SHOLAT BERJAMAAH

PENULIS : Ending Zaenal Abidin

BAB I

1. Hukum Shalat Berjama’ah
Shalat berjama’ah adalah fardhu ‘ain atas setiap individu kecuali yang mempunyai udzur.  Dari Abu Hurairah r.a., bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh saya hendak menyuruh untuk dicarikan kayu bakar, saya akan menyuruh (para sahabat) mengerjakan shalat, lalu ada yang mengumandangkan adzan untuk shalat (berjama’ah), kemudian saya menyuruh sahabat (lain) agar mengimami mereka, kemudian aku akan berkeliling memeriksa orang-orang (yang tidak shalat berjama’ah), kemudian akan aku bakar rumah-rumah mereka. Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, andaikata seorang diantara mereka mengetahui bahwa dia akan mendapatkan daging yang gemuk atau dua paha unta yang baik, niscaya ia akan hadir dalam shalat isya’ (berjama’ah).”  (Muttafaqun ‘alaih: Fathul Bari II: 125 no: 644 dan lafadz ini lafadz, Muslim 1: 451 no: 651 sema’na, ‘Aunul Ma’bud II: 251 no: 544, Ibnu Majah I: 259 no: 79l Ibnu Majah tidak ada kalimat terakhir, dan Nasa’i II: 107 persis dengan lafadz Imam Bukhari). 
Dari Abu Hurairah r.a. berkata, telah datang kepada Nabi saw. seorang sahabat buta seraya berkata, “ Ya Rasulullah, sesungguhnya saya tidak mempunyai penuntun yang akan menuntunku ke masjid.”  Kemudian ia memohon kepada Rasulullah agar beliau memberi rukhsah (keringanan) kepadanya, sehingga ia boleh shalat (wajib) di rumahnya. Maka beliau pun kemudian memberi rukhsah kepadanya. Tatkala ia berpaling (hendak pulang), beliau memanggilnya, lalu bertanya, "Kamu mendengar suara adzan untuk shalat?” Jawabnya,”Iya, betul.”  Sabda beliau (lagi), “ (Kalau begitu) wajib kamu memenuhi seruan adzan itu!“ (Shahih: Mukhtashar Muslim no: 320, Muslim I: 452 no: 653, dan Nasa’i II: 109).   Dari Abdullah (Ibnu Mas’ud) r.a, ia berkata, “Barang siapa senang bertemu Allah di hari kiamat kelak dalam keadaan muslim, maka hendaklah dia memperhatikan shalat lima waktu ketika dia diseru mengerjakannya, karena sesungguhnya Allah telah mensyairi’atkan kepada Nabimu sunanul huda (sunnah sunnah yang berdasar petunjuk), dan sesungguhnya shalat lima waktu (dengan berjama’ah) termasuk sunnanul huda. Andaikata kamu sekalian shalat di rumah kalian (masing-masing), sebagaimana orang yang menyimpang ini shalat (wajib) dirumahnya, berarti kamu telah meninggalkan sunnah Nabimu, manakala kamu telah meninggalkan sunnah Nabimu, berarti kamu telah sesat. Tak seorang pun bersuci dengan sempurna, kemudian berangkat ke salah satu masjid dan sekian banyak masjid-masjid ini, melainkan pasti Allah menulis baginya untuk setiap langkah yang ia lakukan satu kebaikan dan dengannya Dia mengangkatnya satu derajat dan dengannya (pula) Dia menghapus satu kesalahannya. Saya telah melihat kamu (dahulu), dan tidak ada yang seorangpun yang meninggalkan shalat berjama’ah dan kalangan sahabat, kecuali orang munafik yang sudah dikenal kemunafikannya, dan sungguh telah ada seorang laki-laki dibawa ke masjid dengan dipapah oleh dua orang laki-laki hingga didirikannya di shaf.” (Shahih: Shahih Jinu Majah no: 631, Muslim I : 453 no: 257 dan 654, Nasa’i II: 108, unul Ma’bud II: 254 no: 546 dan Ibnu Majah I: 255 no: 777).
Dari Ibnu Abbas dan Nabi saw., beliau bersabda, “Barang siapa mendengar panggilan (adzan), lalu tidak memenuhinya, maka sama sekali tiada shalat baginya, kecuali orang-orang yang berudzur.” (Shahih: Shahih Ibnu Majah no: 645, Ibnu Majah I: 260 no: 793, Mustadrak Hakim I: 245 dan Baihaqi III: 174)  2. Keutamaan Shalat Berjama’ah Dari Ibnu Umar r.a bahwa Rasulullah saw. bersabda, ”Shalat jama’ah melebihi shalat sendirian dengan (pahala) dua puluh tujuh derajat.” (Muttafaqun ‘alaih Fathul Bari II: 131 no: 645, Muslim I: 450 no: 650, Tirmidzi I: 138 no: 215, Nasa’i II no: 103 dan Ibnu Majah I: 259 no: 789).
Dari Abu Hurairah r.a bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Shalatnya seseorang dalam jama’ah melebihi shalatnya di rumahnya dan di pasarnya dua puluh lima lebih, yang demikian itu terjadi yaitu apabila ia berwudhu’ dengan sempurna lalu pergi ke masjid hanya untuk shalat (jama’ah). Maka ia tidak melangkah satu langkahpun, kecuali karenanya diangkat satu derajat untuknya dan karenanya dihapus satu kesalahan darinya. Manakala para malaikat senantiasa mencurahkan rahmat kepadanya (dengan berdo’a kepada Allah), ALLAHUMMA SHALlI ‘ALAIH, ALLAHUMMARHAMHU (ya Allah limpahkanlah barakah kepadanya, dan curahkanlah barakah kepadanya).” Dan senantiasa seorang di antara kamu dianggap berada dalam shalat selama menunggu (pelaksanaan) shalat berjama’ah.” (Muttafaqun ‘Alaih: Fathul Bari II: 131 no: 647, Muslim I :459 no: 649 dan ‘Aunul Ma’bud 11:265 no: 555).
Dari Abu Hurairah r.a dan Nabi saw. bersabda, “Barang siapa berangkat sore dan pagi ke masjid (untuk shalat jama’ah), niscaya Allah menyediakan baginya tempat tinggal di surga setiap kali ia berangkat sore dan pagi (ke masjid).” Muttafaqun ‘Alaih: Fathul Bari II: 148 no: 662 dan Muslim I : 463 no: 669)  3. Bolehkah Kaum Wanita Pergi Shalat Berjamah Di Masjid? Kaum wanita boleh pergi ke masjid untuk mengikuti shalat jama’ah dengan syarat mereka harus menjauhkan diri dan hal-hal yang dapat menimbulkan gejolak syahwat dan yang kiranya mengumandang fitnah, yaitu berupa perhiasan dan wangi-wangian (Fiqhus Sunnah I: 193).
Dari Ibnu Umar r.a. dan Nabi saw. bersabda, “Janganlah kamu sekalian mencegah istri-istrimu (pergi ke) masjid-masjdi namun (ingat) rumah-rumah mereka lebih baik bagi mereka.” (Shahih : Shahih Abu Daud no: 530, ‘Aiunul Ma’bud II: 274 no: 563 dan al Fathur Rabbani V : 195 no: 1333).
Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Setiap wanita yang memakai wangi-wangian, maka jangan hadir shalat Isya’ bersama kami.” (Shahih: Shahihul Jami’us Shaghir no: 2702, Muslim I: 328 no: 444, ‘Aunul Ma’bud XI: 231 no: 4157, dan Nasa’I VIII: 154).
Darinya (Abu Hurairah) r.a. bahwa Nabi saw. bersabda, “Janganlah kami menghalangi hamba-hamba Allah yang perempuan untuk (pergi ke) masjid-masjid Allah, namun (ingat) hendaklah mereka berangkat (ke masjid) tanpa memakai parfum.” (Hasan Shahih: Shahih Abu Daud no: 529, ‘Aunul Ma’bud 11:273 no: 561, al-Fathur Rabbani V: 193 no: 1328).  4. Rumah-Rumah Mereka Lebih Baik Bagi Mereka Kaum perempuan, sekalipun boleh pergi ke masjid, namun shalat wajib di rumahnya adalah lebih utama. Dari Ummu Humaid as-Sa’idiyah bahwa ia perah datang kepada Rasulullah saw. seraya berkata, “Ya Rasulullah, sejatinya saya ingin shalat bersamamu.“ Jawab beliau, “Sungguh aku mengetahui bahwa engkau ingin sekali shalat bersamaku, namun shalatmu di rumahmu lebih baik daripada shalatmu di dalam kamarmu, shalatmu di dalam kamarmu lebih baik bagimu daripada shalatmu di kampungmu, shalatmu di kampungmu lebih baik bagimu daripada shalatmu di masjid kaummu, dan shalatmu di masjid kaummu lebih baik bagimu daripada shalatmu dimasjidku ini." (Hasan: al-Fathur Rabbani V: 198 no: 1337 dan Shahih Ibnu Khuzai’mah III: 95 no: 1689).  5. Adab Berangkat Ke Masjid Dari Abu Qatadah r.a. ia berkata, “Ketika kami sedang shalat bersama Nabi saw., tiba-tiba beliau mendengar suara gaduh orang-orang (yang berangkat ke masjid). Tatkala Rasulullah selesai shalat, beliau bertanya, “Apa yang terjadi pada kalian?” Jawab mereka, “Kami terburu-buru ingin ikut shalat jama’ah.” Sabda beliau, “Janganlah kamu berbuat (begitu lagi). Apabila kalian hendak datang (ke masjid untuk) shalat jamaah, maka kamu harus (berangkat) dengan tenang. Apa yang kamu dapati, maka shalatlah (seperti mereka) dan apa yang terlewatkan darimu, naka sempurnakanlah!” (Muttafaqun ‘Alaih: Fathul Bari II: 116 no: 635, dan Muslim 1: 421 no: 603).
Dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi saw. bersabda, “Apabila kamu mendengar iqamah, maka berjalanlah (ke masjid untuk) shalat berjama’ah, dengan tenang dan penuh kewibawaan serta janganlah tergesa-gesa, apa yang kamu dapati, maka shalatlah (seperti mereka) dan apa yang terlewatkan darimu, maka sempurnakanlah.” (Muttafaqun ‘Alaih : Fathul Bari II : 117 no: 636, dan lafadz ini baginya, Muslim I: 420 no: 602, ‘Aunul Ma’bud II: 278 no: 568, Tarmidzi I: 205 no: 326, an-Nasa’I II: 114 dan Ibnu Majah I: 255 no: 775).
Dari Ka’ab bin ‘Ujrah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Apabila seorang di antara kamu berwudhu’ dengan sempurna, kemudian berangkat menuju masjid, maka janganlah sekali-kali mencengkeram jari-jarinya, karena sesungguhnya ia dianggap berada dalam shalat.” (Shahih: Shahih Tirmidzi no: 316, Sunan Tirmidzi I: 239 no: 384 dan ‘Aunul Ma’bud II: 268 no: 558).  6. Do’a Keluar Dari Rumah Dari Anas r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa-yakni orang yang keluar dan rumahnya mengucapkan, “BISMILLAH, TAWAKKALTU ALALLAH, WA LAA HAULAA WA LAA QUWWATA ILLAA BILLAAH (Dengan (menyebut) nama Allah, aku bertawakkal kepada Allah tiada daya upaya kecuali dengan (idzin) Allah),” Maka dikatakan kepadanya, “Engkau telah diberi petunjuk dan telah dicukupi serta dilindungi.” Dan syaitan menjauh darinya.” (Shahih: Shahihul Jami’ no: 6419, ‘Aunul Ma’bud XIII: 437 no: 5073, dan Tirmidzi V: 154 no: 3486)  Dari Ibnu Abbas r.a. bahwa ia pernah tidur di rumah Rasulullah saw. Kemudian dia menerangkan sifat shalat malam beliau, lalu berkata, “Muadzin mengumandangkan adzan, lalu beliau keluar ke (masjid untuk) shalat berjama’ah sambil berdo’a, “ALLAHUMMAJ ‘AL FII QALBII NUURAA, WA FII LISANII NUURAA, WAJ’AL FII SAM’II NUURAA, WAJ’AL FII BASHARII NUURAA, WAJ’AL MIN KHALFII NUURA, WAMIN AMAMII NUURAA, WAJ’AL MIN FAUQII NUURAA, WA MIN TAHTII NUURAA, ALLAHUMMA A’THINII NUURA (= Ya Allah, jadikanlah hatiku bercahaya dan lisanku bercahaya, dan jadikan pendengaranku bercahaya, jadikanlah penglihatanku bercahaya, jadikanlah belakangku bercahaya, depanku bercahaya dan bawahku bercahaya. Ya Allah, berilah pada diriku cahaya).” (Shahih: Mukhtasar Muslim no : 379, Muslim I: 530 no: 191 dan 763 dan t’inul Ma’bud IV: 230 no: 1340).  7. Do’a Ketika Akan Masuk Masjid Dari Abdullah bin Amr al-’Ash r.a. dan Nabi saw., bahwa apabila beliau akan masuk masjid beliau mengucapkan, “AA’UUDZU BILLAHIL ‘AZHIM WA BIWAJHIHILL KARIIM WA SULTHANIHIL QADIIM MINASY SYAITHAANIR RAJIM (Aku berlindung kepada Allah Yang Maha Agung, Kepada Wajah-Nya Yang Mulia, dan kepada kekuasaan-Nya yang azali dari godaan yaitan yang terkutuk).” (Shahih: Shahih Abu Daud no : 441 dan ‘Aunul Ma’bud II: 132 no: 462).  Dari Fathimah binti Rasulullah saw., ia berkata: Adalah Rasulullah saw. apabila hendak masuk masjid, beliau mengucapkan “BISMILLAAH, WASSALAAMU ‘ALAA RASULILLAH, ALLAHUMMAGH FIRLII DZUNUUBII WAFTAHLII ABWAABA RAHMATIK (Dengan menyebut nama Allah, dan kesejahteraan mudah-mudahan tercurahkan kepada Rasulullah. Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku dan bukalah untukku pintu-pintu rahma-Mu). “Dan apabila beliau hendak keluar (dan masjid), beliau mengucapkan, “BlSMILLAAH, WASSALAAMU ‘ALAA RASUULILLAAH, ALLAHUMMAGH FIRLII DZUNUUBI WAFTAHLII ABWAABA FADHLIK (Dengan (menyebut) nama Allah, dan kesejahteraan mudah-mudahan dilimpahkan kepada Rasulullah Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku dan bukalah pintu-pintu karunia-Mu). (Shahih: Shahih Ibnu Majah no: 625, Ibnu Majah I: 253 no: 771 dan Tirmidzi l:197 no: 313).
8. Shalat Tahiyatul Masjid Apabila seorang masuk masjid, ia wajib shalat tahiyatul masjid dua raka’at sebelum duduk. Dari Abu Qatadah r.a. bahwa Nabi saw. bersabda, “Apabila seorang di antara kamu masuk masjid maka janganlah (langsung) duduk sebelum shalat (tahiyatul masjid) dua raka’at.” (Murtafaqun ‘Alaih: Fathul Bari III: 48 no: 1163, Muslim I: 495 no: 714, ‘Aunul Ma’bud II: 133 no: 463, Tirmidzi I: 198 no: 315 dan Ibnu Majah I: 24 no:1013 dan Nasa’i II: 53).
Kami penulis mengatakan wajib shalat tahiyatul masjid berdasarkan dzahir perintah hadits di atas yang tidak ada qarinah-qarinah (indikasi indikasi) yang memalingkannya dan dzahirnya sebagai sebuah kewajiban, kecuali hadits Thalhah bin Ubaidullah:  Dari Thalhah bin ’Ubaidullah r.a. bahwa ada seorang arab badwi datang kepada Rasulullah saw. dengan rambut kusut seraya berkata, ”Ya Rasulullah (tolong) informasikan kepadaku, shalat apa saja yang Allah fardhukan kepadaku?”Jawab beliau, “Shalat lima waktu, kecuali jika kamu mengerjakan shalat tathatwwu’.” Muttafaqun ‘Alaih: Fathul Bari I: 106 no: 46, Muslim I: 40 no: 11, ‘Aunul Ma’bud II: 53 no: 387 dan Nasa’i IV: 121).
Di dalam Nailul Authar I : 364, Imam Asy-Syaukani menulis sebagai berikut, “Upaya menjadikan hadits Thalhah ini sebagai dalil yang menunjukkan tidak wajibnya shalat tahiyatul masjid harus dikaji ulang, menurut hemat saya (asy-Syaukani), sebab apa saja yang terdapat pada Mabadi Ta’lim (dasar-dasar ajaran Islam) tidak boleh dilibatkan dalam memalingkan dalil yang datang sesudahnya. Jika tidak, maka kewajiban-kewajiban syari’at seluruhnya hanya terbatas pada shalat lima waktu saja. Ini jelas-jelas berbenturan dengan ijma’ ulama’ dan mementahkan mayoritas kandungan svari’at Islam. Yang haq, bahwa dalil yang shahih yang datang belakangan yang harus sesuai dengan ketentuannya, baik yang wajib, sunnah, ataupun lainnya. Dan, memang dalam masalah ini terdapat khilaf, namun pendapat orang mewajibkanlah yang paling kuat diantara dua pendapat.” Selesai. Pendapat yang mengokohkan mewajibkan shalat tahiyatul masjid ini diperkuat oleh perintah Nabi walaupun beliau sedang berkhutbah:
Dari Jabir bin Abdullah r.a., ia berkata, “Telah datang seorang sahabat di saat. Nabi saw. berkhutbah di hadapan jama’ah shalat Jum’at, lalu beliau bertanya (kepadanya), “Hai fulan, sudahkah engkau shalat (tahiyatul masjid)?” Jawabnya, “Belum.” Sabda beliau lagi, “(Kalau begitu bangunlah lalu ruku’lah (shalatlah)." (Muttafaqun ‘Alaih: Fathul Bari II: 407 no: 930, Muslim II: 596 no: 875, ‘Aunul Ma’bud IV: 464 no: 1102, Tirmidzi II: 10 no: 508, Ibnu Majah I: 353 no: 1112 dan Nasa’i III: 107).  9. Bila Iqamah Telah Dikumandangkan, Tiada Shalat Lagi, Kecuali Shalat Wajib Dari Abu Hurairah r.a. dan Nabi saw., beliau bersabda, “Apabila iqamah sudah dikumandangkan, maka sama sekali tiada shalat, kecuali shalat wajib." (Shahih: Mukhtsar Muslim no: 263, Muslim I: 493 no: 710, ‘Aunul Ma’bud IV: 142-143 no: 1252, Tirmidzi 1:264 no: 419, Ibnu Majah 1:364 no: 1151 dan Nasa’i II no: 116).
Dari Malik bin Buhainah bahwa Rasulullah pernah melihat seorang sahabat sedang mengerjakan shalat dua raka’at diwaktu iqamah dikumandangkan. Tatkala Rasulullah selesai shalat, beliau dikerumuni oleh para sahabat. Rasulullah bertanya kepadanya, "Apakah shalat subuh empat rakaat?! Apakah shalat shubuh empat raka’at?!” (Muttafaqun ‘Alaih: Fathul Bari II: 148 no: 663 dan lafadz mi baginya, dan Muslim I: 493 no: 711)  10. Fadhilah Mendapatkan Takbiratul Ihram Bersama Imam Dari Anas r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Barang siapa yang shalat karena Allah selama empat puluh hari dengan berjama’ah mendapatkan takbiratul ihram, niscaya ditetapkan baginya dua kebebasan: bebas dan siksa neraka dan (kedua) bebas dan sifat nifak.” (Hasan: Shahih Triniidzi no: 200 dan Tirmidzi I: 152 no: 241).  11. Orang Yang Datang Ke Masjid Di Saat Imam Sudah Selesai Shalat Dari Sa’id bin al-Musayyab r.a. bahwa ada seorang sahabat dan Anshar berada dalam detik-detik kematian, berkata: Sesungguhnya aku akan menceritakan hadits kepada kamu sekalian yang tidak akan kusampaikan kepadamu, kecuali mendapatkan ridha Allah. Saya pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda, "Apabila seorang diantara kamu berwudhu’ dengan sempurna, kemudian pergi ke (masjid untuk) shalat jama’ah, ia tidak mengangkat kaki kanannya, melainkan Allah Azza Wa Jalla pasti menulis baginya satu kebaikan, dan tidak meletakkan kaki kirinya melainkan pasti Allah Azza Wa Jalla menghapus satu kesalahan darinya. Maka hendaklah seorang diantara kamu memilih (tempat) yang jauh atar dekat (ke masjid). Jika ia datang ke masjid, lalu shalat berjama’ah, niscaya diampuni dosa-dosanya. Jika ia datang ke masjid sedangkan mereka sudah mengerjakan sebagian (dari shalat wajib) dan tinggal sebagian yang lain, maka hendaklah ia shalat mengikuti mereka, lalu sempurnakan sisanya maka demikian itu pahalanya sama dengan mereka. Dan jika dia datang ke masjid, sementara mereka sudah selesai mengerjakan shalat, lalu dia menyempurnakan shalat (yang ketinggalan), maka yang demikian itu sama pahalanya den mereka.” (Shahih: Shahih Abu Daud no: 527 dan ‘Aunul Ma’bud II: 270 n 559).
Dari Abu Hurairah r.a., bahwa Nabi saw. bersabda, “Barangsiapa berwudhu’ dengan sempurna, kemudian berangkat (ke masjid), lalu ia mendapati jama’ah sudah selesai shalat, niscaya Allah Azza Wa Jalla memberinya sebesar pahala orang yang mengerjakannya dan mengikutinya, Hal itu tidak mengurangi sedikitpun pahala mereka.” (Shahih: Shahih Abu Daud no: 528, ‘Aunul Ma’bud II: 272 no: 560 dan Nasa’i II: 111).  12. Orang Yang Masbuq Harus Mengikuti Imam Dalam Keadaan Apapun Ia Dari Ali bin Abi Thalib dan Mu’adBab Shalat Jama’ahz bin Jabal r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Apabila seorang diantara kamu datang (ke masjid untuk) shalat berjama’ah, sedangkan imam berada dalam satu gerakan, maka lakukanlah sebagaimana yang dikerjakan oleh imam itu !“ (Shahih: Shahih Tirmidzi no: 484, Shahihul Jami’us Shaghir no: 261 dan Tirmidzi II no: 51 no: 588).  13. Kapan Dianggap Mendapatkan Satu Raka’at Dari Abu Hurairah r.a bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Apabila kamu datang ke (masjid untuk) shalat berjama’ah, sedangkan kami dalam keadaan sujud, maka sujudlah, namun janganlah kamu menghitungnya sebagai satu raka’at, barang siapa yang yang mendapatkan ruku’ bersama imam, maka ia mendapatkan shalat mendapatkan 1 raka’at tersebut)." (Shahih: Shahihul Jami’us Shaghir no: 468 n’Aunu1 Ma’bud III: 145 no: 875).  14. Orang Yang Ruku’ Di Belakang Shaf Dari Abu Bakrah r.a. bahwa ia pernah mendapati Nabi saw. sedang ruku’, lalu iapun ruku’ sebelum sampai shaf. Kemudian kejadian tersebut sampai kepada Nabi saw., maka beliau bersabda, “Mudah-mudahan Allah menambah antusiasmu, maka jangan kau ulangi lagi (ruku’ di belakang shaf itu).” (Shahih: Shahihul Jami’us Shaghir no: 3565, Fathul Bari II: 267 no: 783, Aunul Ma’bud II: 378 no: (-79-680, dan Nasa’i II: 118).
Dari Atha’ bahwa ia mendengar Ibnu Zubair menegaskan di atas mimbar, “Apabila seorang kamu masuk masjid, sementara jama’ah sedang ruku’ maka ruku’lah sampai kamu masuk (ke dalam masjid), kemudian kamu berjalanlah sambil ruku’ hingga masuk ke shaf, karena yang demikian itu sunnah Nabi. “(Shahihul Isnad : ash-Shahihah no: 229).
Dari Zaid bin Wahb, ia bercerita, “Saya pernah keluar bersama Abdullah bin Mas’ud dari rumahnya menuju masjid. Tatkala kami sampai dipertengahan masjid, imam ruku’ maka Ibnu Mas’ud bertakbir dan ruku’ aku ikut jugs bersamanya, kemudian kami berjalan (terus) dan kami sampai-sampai ke shaf ketika jama’ah mengangkat kepalanya (dan ruku’). Tatkala imam selesai dari shalatnya, aku berdiri (lagi) karena saya berpendapat bahwa saya tidak mendapatkan (raka’at pertama) , maka kemudian Abdullah bin Mas’ud menarik tanganku dan mendudukkanku. Kemudian dia menyatakan, “Sesungguhnya engkau benar-benar telah mendapat (‘shalat dan raka’at pertama).” (Shahih: ash. Shahihah II: 52 dan Baihaqi II: 90).  15. Imam Diperintah Memperpendek Bacaan Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Nabi saw. bersabda, “Apabila salah seorang di antara kamu shalat untuk para makmum, maka perpendeklah karena diantara makmum itu ada yang lemah, ada yang sakit, dan ada (pula) yang tua renta. Namun apabila ia shalat untuk dirinya sendirian, maka perpanjanglah semuanya!’ (Muttafaqun ‘alaih: Fathul Bari II: 199 no: 703 dan lafadz ini baginya, Muslim I: 341 no: 467, Aunul Ma’bud III: 11 no: 780, Tirmidzi I: 150 no: 236 dan Nasa’i II: 94).  16. Imam Lebih Memanjangkan Rakaat Pertama Dari Abu Sa’id r.a., berkata, “Sungguh shalat dzuhur sedang dimulai, lalu ada diantara jama’ah yang (keluar) pergi ke Baqi’ untuk buang hajat. (Setelah selesai) kemudian ia berwudhu’ lalu berangkat (ke masjid lagi) sedangkan Rasulullah masih berada pada raka’at pertama, karena beliau sangat memanjangkan raka’at pertama.” (Shahih: Shahih Nasa’i no: 930, Muslim I: 35 no: 454 dan Nasa’i II: 164)  17. Wajib Mengikuti Imam dan Larangan Mendahuluinya Dari Anas r.a. bahwa Nabi saw. bersabda, “Sesungguhnya dijadikan imam itu hanyalah untuk diikuti. Karena itu, apabila ia sudah takbir, maka hendaklah kamu takbir, apabila sujud maka sujudlah kamu, dan apabila ia mengangkat (kepala), maka angkatlah (kepalamu)…” (Muttafaqun ‘alaih : Muslim 1: 3( no: 411, Fathul Bari II: 173 no: 689, ‘Annul Ma’bud II: 310 no: 587, Tirmidzi I: 225 no: 358, Nasa’i III: 98, dan Ibnu Majah 1: 92 no: 12.38).
Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi saw. bersabda, “Tidaklah seorang diantara kamu merasa khawatir, bila (mengangkat kepalanya), Allah akan menjadikan kepalanya sebagai kepala keledai, atau Allah akan menjadikan raut wajahnya seperti wajah keledai?!“ (Muttafaqun ‘alaih: Fathul Bari II: 182 no: 691, Muslim I: 320 no: 427, ‘Aunul Ma’bud II: 330 no: 609, Tirmidzi U: 48 no: 579, Nasa’i II: 96 dan Ibnu Majah I: 308 no: 961).  18. Orang Yang Berhak Menjadi Imam Dari Ibnu Mas’ud al-Anshari r.a., bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Yang menjadi imam di suatu kaum ialah yang lebih mengerti isi kitab Allah, kalau mereka dalam hal mengerti kitabullah sama, maka yang lebih mengerti tentang sunnah Nabi di antara mereka, jika dalam hal pemahaman sunnah Nabi sama, maka yang dahulu hijrah di antara mereka, apabila dalam hal hijrah mereka sama, maka yang lebih dulu masuk Islam di antara mereka, dan janganlah menjadi imam bagi orang lain di daerah kekuasaan orang itu dan janganlah duduk di rumahnya di tempatnya yang khusus, kecuali dengan idzinnya.” (Shahih Mukhtasar Muslim no: 316, Muslim I: 465 no: 673, Tirmidzi I: 149 no: 235, ‘Aunul Ma’bud II: 289 no: 578, Nasa’i II: 76, Ibnu Majah I: 313 no: 980.\
Dalam riwayat mereka ada tambahan begini, “Jika dalam hal hijrah mereka sama, maka yang lebih tua diantara mereka yang menjadi imam.” Riwayat ini salah satu dari riwayat Imam Muslim.
Dalam hadits ini terdapat indikasi yang menunjukkan bahwa tuan rumah dan imam rawatib (imam tetap) serta semisalnya lebih berhak menjadi imam shalat daripada selain mereka, kecuali mendapat izin dan mereka ini didasarkan pada sabda Nabi saw, “Dan janganlah seorang menjadi imam bagi orang di tempat kekuasaan orang itu.”
19. Anak Kecil Menjadi Imam Dari Amr bin Salamah r.a., ia berkata: Tatkala terjadi Fathul Mekkah, setiap kaum berlomba-lomba menyatakan keislamannya dan ayahku telah mendahului keislaman kaumku. Tatkala ia datang (kepada mereka , ia berkata, "Demi Allah, aku benar-benar datang kepada kamu sekalian dan sisi Nabi, maka beliau berkata: Shalatlah begini pada waktu begini, dan shalatlah begini pada waktu begini. Apabila (waktu) shalat tiba, hendaklah seorang diantara kamu mengumandangkan adzan dan hendaklah yang paling banyak hafalan Qur'annya yang menjadi iman kamu. "Kemudian para sahabat melihat-lihat, ternyata tidak ada hafalan Qur'annya lebih banyak dan saya, karena sebelumnya saya pernah belajar al-Qur'an kepada sejumlah musafir, kemudian mereka menunjuk saya sebagai imam mereka, padahal saya masih berusia enam atau tujuh tahun." (Shahih: Shahih Nasa'i no: 761, Fathul Bari VIII: 22 no: 4302, ‘Aunul Ma'bud 293 no: 581, Nasa'i II: 80).
 
20. Orang Yang Shalat Fardhu Bermakmum Kepada Yang Shalat Sunnah Atau Sebaliknya Dari jabir bahwa Mu'adz bin Jabal shalat bersama Nabi, kemudian kembali (pulang), lalu menjadi imam bagi kaumnya." (Shahih: Mukhtasar Halaman 278 Bukhari no:387, Fathul Bari II: 192 no:700, Muslim I:339 no:465, ‘Aunul Ma'bud III:776, Nasa'i II:102).
Dari Yazid bin al-Aswad bahwa ia pada waktu menginjak usia remaja pernah shalat bersama Nabi saw.. Tatkala beliau selesai shalat, ternyata ada dua sahabat yang tidak ikut shalat jama'ah di pojok masjid, lalu dipanggil oleh beliau, kemudian dibawalah mereka berdua kepada beliau dengan menggigil ketakutan beliau bertanya "Gerangan apakah yang menghalangi kalian untuk shalat jama'ah dengan kami?" Jawab mereka berdua," Sungguh kami telah shalat jama'ah di perjalanan kami." Sabda beliau (lagi), "Jangan begitu, manakala seorang diantara kamu sudah shalat jama'ah di perjalanannya, kemudian ia mendapatkan imam (sedang shalat), sedangkan ia tidak termasuk yang shalat, maka shalatlah bersamanya, karena sejatinya shalat kedua itu sunnah baginya." (Shahih: Shahih Abu Daud no: 538, ‘Aunul Ma'bud II: 283 no: 571, Tarmidzi I: 140 no: 2 dan Nasa'i II 112)
 21. Orang Muqim Bermakmum Kepada Musafir Atau Sebaliknya Dari Ibnu Umar r.a. berkata, "Umar shalat dzuhur dengan masyarakat Mekkah, dan beliau mengucapkan salam pada raka'at kedua, kemudian berkata, "Wahai penduduk Makkah, sempurnakanlah shalat kalian, karena sesungguhnya kami adalah orang-orang musafir!" (Shahih: Jami'ul Ushul V: 708 yang ditahqiq oleh Al-Anaa uth dan Mushnaf Abdur Razzaq no: 4369).
 22. Apabila Musafir Bermakmum Kepada Orang Yang Muqim Harus Menyempurnakan Dari Musa bin Salamah al Hudzali r.a. berkata, "Saya pernah bertanya kepada Ibnu Abbas r.a., bagaimana cara shalat sendirian bila berada di Makkah jawab Ibnu Abbas, "(Shalatlah) dua raka'at, ini adalah sunnah Abul Qasim (Shahih : Irwa ul Ghalil no: 571 dan Muslim I : 479 no: 688 serta Nasa'I : 119)
Dari Abu Mujalazi, ia berkata, "Saya pernah bertanya kepada Ibnu Umar, seorang musafir mendapatkan dua raka'at dari shalat kaum setempat, yaitu orang-orang yang muqim apakah cukup baginya dua raka'at itu, ataukah ia harus shalat (lengkap) seperti shalat mereka?" Ibnu Umar tertawa, lalu berujar," Ia harus shalat (lengkap) seperti shalat mereka." (Shahih Isnad : Irwa-ul Ghalil no : 22 dan Baihaqi III : 157).
 23. Orang Yang Mampu Berdiri Bermakmum Kepada Orang Yang Shalat Dengan Duduk Dan Ia Pun Duduk Bersamanya Dari Aisyah r.a., berkata, "Rasulullah saw. shalat dirumahnya karena sakit yaitu beliau shalat duduk, sementara sejumlah sahabat shalat di belakangnya dengan berdiri. kemudian beliau memberi isyarat kepada mereka untuk duduk (juga). Tatkala selesai shalat, Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya dijadikannya imam itu hanya untuk diikuti. Karena itu, apabila imam ruku' maka ruku'lah, apabila dia mengangkat (kepalanya) maka angkatlah (kepalamu), dan apabila dia shalat dengan duduk maka shalatlah kamu dengan duduk (juga)!" (Muttafaqun ‘Alaih Fathul Bari II: 173 no: 688, Muslim I: 309 no: 412 dan ‘Aunul Ma'bud I 315 no: 591).Yaitu di rumah Aisyah, bukan di rumah istri yang lain. Lihat Fathul Bari II:175 (pent.)
Dari Anas r.a., ia bercerita: (Pada suatu saat) Nabi terjatuh dari atas kudanya hingga lambung kanannya bengkak. Maka kami membesuknya, lalu tiba waktu shalat, kemudian Rasulullah shalat dengan kami dalam keadaan duduk, lantas kami shalat di belakangnya dengan duduk (pula). Tatkala usai shalat, beliau bersabda, "Sesungguhnya dijadikannya imam hanyalah untuk diikuti. Karena itu, manakala ia telah takbir, maka bertakbirlah kamu, apabila ia telah sujud maka sujudlah kamu dan apabila ia telah mengangkat (kepalanya) maka angkatlah (kepalamu juga), apabila ia mengucapkan, SAMI'ALLAHU LIMAN HAMIDAH, maka ucapkanlah, RABBANAA WALAKAL HAMDU, dan apabila ia shalat dengan duduk maka shalatlah kamu semua dengan duduk (juga)." (Muttafaqun ‘alaih: Muslim 1:308 no:4 11, Fathul Bari 11:173 no:689, ‘Aunul Ma'bud II: 310 no: 587, Tirmidzi I: 125 no:358, Nasa'i III: 98, dan Ibnu Majah 1:392 no: 1238).
 24. Makmum Sendirian Harus Berdiri Persis Di Sejajarkan Imam (Sejajar Dengannya).
Dari Ibnu Abbas r.a. berkata, "Saya pernah bermalam di rumah bibiku, Maimunah lalu Rasulullah saw. shalat isya', kemudian shalat empat rakaat, lalu kemudian bangun (shalat lagi), lalu ia datang berdiri di sebelah kirinya, maka beliau menempatkanku di sebelah kanannya." (Shahih: Irwa-ul Ghalil 540, Shahih Ibnu Majah no: 792, Tarmidzi I: 147 no: 232, Nasa'i II: 104 Ibnu Majah I: 312 no: 973).
 25. Makmum Dua Orang Atau Lebih Berdiri Dengan Membuat Shaf Di Belakang Imam.
Dari Jabir berkata, "Rasulullah saw. berdiri hendak shalat, lalu aku datang dan berdiri di sebelah kirinya, lalu Rasulullah memegang tanganku kemudian memutarku hingga menempatkan di sebelah kanannya. Tak lama kemudian datanglah Jabbar bin Shakhr, lantas berdiri disebelah kiri Rasulullah, lalu beliau memegang tangan kami semua, lantas mendorong kami hingga kami berdiri di (shaf) belakangnya." (Shahih : Ihwa-ul Ghalil no : 540, Muslim I: 458 no: 269-660, ‘Aunul Ma'bud II: 318 no: 595, dan Ibnu Majah I: 312 no: 975).
 26. Jika Makmum Seorang Perempuan Harus Berdiri Di Belakang Imam Dari Anas bin Malik r.a. bahwa Rasulullah saw. shalat dengannya dan dengan ibunya atau bibinya ia berkata, "Beliau menempatkanku di sebelah kanannya dan menempatkan perempuan di belakang kami." (Muttafaqun ‘alaih: Fathul Bari II: 192 no: 700, Muslim I: 339 no: 465, ‘Aunul Ma'bud III: 4 no: 776, dan Nasa'i II: 102)
 27. Kewajiban Meluruskan Shaf Wajib bagi sang imam untuk tidak memulai shalatnya sebelun mengontrol shaf, yaitu ia sendiri menyuruh jama'ah meluruskan shaf, atau menunjuk seseorang yang meluruskan shaf:
Dari Anas r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Luruskanlah shaf  kalian karena sesungguhnya kelurusan shaf itu termasuk kesempurnaan shalat." (Muttafaqun ‘alaih : Muslim I : 324 no: 433 dan lafadz ini baginya, Fathul Bari II: 209 no: 723, ‘Aunul Ma'bud (II: 367 no: 654, dan Ibnu Majah 1:317 no: 993)
Dari Abu Mas'ud r.a. berkata, adalah Rasulullah saw. meluruskan bahu-bahu kami ketika akan memulai shalat sambil bersabda, "Luruskanlah, jangan sampai tidak lurus, (kalau tidak lurus) niscaya hati-hati kalian akan berselisih pula." (Shahih: Shahihul Jami'us Shaghir no: 961, Muslim I: 323 no: 432).
Dari an-Nu'man bin Basyir r.a., berkata, adalah Rasulullah saw. meluruskan shaf-shaf kami seolah-olah beliau meluruskan tangkai anak panah ini sampai kami melihat kami diikat padanya. Kemudian pada suatu hari, beliau berdiri hampir memulai takbir, lalu melihat dada seorang sahabat yang menonjol dari shaf, maka beliau bersabda, "Wahai hamba-hamba Allah, kalian benar-benar meluruskan shaf kalian, atau (kalau tidak), Allah benar-benar menjadikan wajah-wajah berbeda-beda." (Shahih: Shahihul Jami'us Shaghir no: 3972, I: 324 no: 128 dan 436, ‘Aunul Ma'bud II: 363 no: 649, Tirmidzi no: 227, Nasa'i II: 89 dan Ibnu Majah I: 318 no: 994)
Penggunaan kata qidah (tangkai anak panah), adalah menunjukkan akan lurus dan rapatnya shaf itu. Syarah Muslim.
Dari Ibnu Umar r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Tegakkanlah shaf-shaf, luruskan antara bahu-bahu, penuhilah yang kosong dan bersikap lemah lembutlah kepada saudaramu, janganlah kamu biarkan celah-celah untuk syaithan, barang siapa yang menyambung shaf niscaya Allah menjalin hubungan dengannya barangsiapa memutus shaf, tentu Allah memutus hubungan dengannya." Shahih: Shahih Abu Daud no: 620 dan ‘Aunul Ma'bud II: 365 no : 652).
 Dari Anas r.a., bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Rapatkanlah dan dekatkan shaf-shaf kalian serta luruskanlah antara sesama leher, Demi Dzat yang diriku berada di genggaman-Nya, sesungguhnya aku benar-benar melihat syaithan masuk ke shaf melalui celah-celah shaf seperti anak kambing hitam." (Shahih: Shabi Abu Daud no: 621, ‘Aunul Ma'bud II: 366 no: 653, Nasa'i II: 92).
 28. Cara Meluruskan Shaf Dari Anas r.a. dari Nabi saw. bersabda, "Luruskan shaf-shaf kalian, karena sesungguhnya saya melihat kamu dan belakang punggungmu." Dan (kata Anas), "Adalah seorang diantara kami menempelkan bahunya dengan bahu saudaranya, dan kakinya dengan kaki saudaranya." (Shahih: Mukhtasar Bukhari no: 393 dan Fathul Bari II: 211 no:725).
An-Nu'man bin Basyir menegaskan, "Aku melihat seorang laki-laki diantara kita menempelkan mata kaki dengan mata kaki rekannya." (Shahih: Mukhtasar Bukhari no: 124 hal. 184 dan Fathul Bari II: 211 secara mu'allaq).
 29. Shaf Laki-Laki Dan Perempuan Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Sebaik-baik shaf laki-laki adalah shaf yang pertama dan yang paling jelek adalah shaf yang terakhir dan sebaik-baik shaf perempuan adalah yang paling akhir dan yang paling jelek adalah yang terdepan." (Shahih: Shahihul Jami'us Shaghir no: 3310, Muslim I: 326 no: 440, ‘Aunul Ma'bud II: 374 no: 663, Tirmidzi I: 143 no: 224, Nasa'i II: 93 dan Ibnu Majah I: 319 no: 1000).
30. Keutamaan Shaf Pertama Dan Shaf Sebelah Kanan Dari Bara' bin Azib ra ia berkata: Adalah Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya Allah beserta para malaikat-Nya bershalawat kepada jama'ah yang berada pada shaf pertama." (Shahih: Shahih Abu Daud no: 618, ‘Aunul Ma'bud 11364 no: 650, Nasa'i II: 90 dan dalam Sunan Nasa'i memakai kata, "ASH SIUFUFUL MUTAQADDIMAH (= shaf-shaf terdepan).")
Darinya (yakni Bara' bin Azib) r.a., ia berkata, "Apabila kami shalat bermakmum kepada Rasulullah saw., kami ingin berada di sebelah kanannya. Rasulullah menghadap kepada kami dengan raut wajahnya, lalu saya dengar darinya bersabda, "Ya Rabbku peliharalah aku dan adzab-Mu pada hari engkau membangkitkan hamba-hamba-Mu." (Shahih: at-Targhib: 500, Muslim I: 492 dan 493no: 709)
  31. Makmum Yang Lebih Pantas Berdiri Di Belakang Imam Dari Abu Mas'ud al-Anshari r.a. bahwa Rasulullah saw.  bersabda, "Hendaklah yang berada yang berada di belakangku di antara kamu ialah orang-orang yang sudah dewasa dan matang pikirannya, kemudian yang sesudah mereka, lalu sesudah mereka." (Shahih:Shahih Abu Daud no: 626, Muslim I: 323 no: 432, "Aunul Ma'bud II: 371 no: 660, Ibnu Majah I: 312 no: 976 dan Nasa'I II: 90)
32. Makruh Shaf Yang Dihalangi Tiang Dari Muawiyah bin Qurrah dari bapaknya, ia berkata, "Pada masa Rasulullah kami dilarang (oleh beliau) membentuk shaf yang dihalangi tiang dan kami jauhkan darinya sejauh-jauhnya." (Shahih: Shahih Ibnu Majah no:821, Ibnu Majah I:320 no:1002, Mustadrak Hakim I:218, dan Baihaqi III:104)
Larangan di atas berlaku pada shalat jama'ah, adapun shalat munfarid sendirian, maka tidak mengapa seseorang shalat di antara beberapa tiang sebagai sutrah baginya.
Dari Ibnu Umar r.a., berkata, Nabi saw., Usamah bin Zaid, ‘Utsman bin Thalhah, dan Bilal masuk ke suatu rumah. Kemudian Nabi saw. lama di dalamnya, lalu keluar. Saya adalah orang yang pertama masuk mengikuti jejaknya. Kemudian saya bertanya pada Bilal, "Di mana beliau shalat?" Jawabnya, "Beliau (shalat) di antara dua tiang terdepan." (Shahih: Mukhtasar Bukhari hal 139, Fathul Bari I:578 no:504).
33. Sejumlah ‘Udzur Yang Membolehkan Meninggalkan Shalat Jama'ah
1. Terlalu dingin dan hujan  Dari Nafi' bahwa Ibnu Umar r.a pernah mengumandangkan adzan untuk shalat jama'ah pada malam yang dingin dan berangin kencang, kemudian berseru, "Ketahuilah, shalatlah kamu sekalian di rumah masing-masing lalu beliau berkata bahwasanya Rasulullah pernah menyuruh muadzin apabila beradzan pada malam yang dingin dan hujan untuk mengungkapkan, "Ketahuilah, shalatlah kamu sekalian di rumah masing masing !" (Muttafaqun ‘Alaih: Fathul Bari II: 156 no: 666, Muslim I: 4 no: 697, ‘Aunul Ma'bud III: 391 no: 1050 dan Nasa'i II: 15).
2. Tersiapnya hidangan makan  Dari Ibnu Umar r.a bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Apabila hidangan makan malam seseorang diantara kamu sudah disiapkan dan iqamah sudah dikumandangkan, maka mulailah dengan makan malam, dan janganlah tergesa-gesa untuk (shalat isya') sebelum selesai dan makannya." Dan adalah Ibnu Umar apabila disiapkan hidangan makan untuknya dan iqamah sedang dikumandangkan, maka ia tidak mau menghadirinya sebelum selesai makan, dan ia benar-benar mendengar bacaan imam. (Muttafaqun ‘Alaih: Fathul Bari II: 159 no: 673, Muslim I: 392 no: 459, tanpa kalimat terakhir dan ‘Aunul Ma'bud X: 229 no: 3739)
3. Selalu terdorong oleh rasa ingin berak dan kencing.  Dari Aisyah r.a, ia bertutur, "Aku pernah mendengar Rasulullah saw.  bersabda, "Sama sekali tiada shalat bila hidangan makan sudah tersedia dan tiada (pula) bagi orang yang terdorong oleh berak dan kencing." (Shahih: Shahihul Jami'us Shaghir no: 7509, Muslim I: 393 no: 560 dan ‘Aunul Ma'bud I: 160 no : 89).
Sumber: Diadaptasi dari 'Abdul 'Azhim bin Badawi al-Khalafi, Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil 'Aziz, atau Al-Wajiz Ensiklopedi Fikih Islam dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah Ash-Shahihah, terj. Ma'ruf Abdul Jalil (Pustaka As-Sunnah), hlm.259-288. 

BAB II
KERUGIAN MENINGGALKAN SHOLAT BERJAMAAH

Pertama: Shalat Jama’ah Memiliki Pahala yang Berlipat daripada Shalat Sendirian
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
صَلاَةُ الْجَمَاعَةِ أَفْضَلُ مِنْ صَلاَةِ الْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةً
“Shalat jama’ah lebih utama daripada shalat sendirian sebanyak 27 derajat.” [1]  Dari Abu Sa’id Al Khudri, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الصَّلاَةُ فِى جَمَاعَةٍ تَعْدِلُ خَمْسًا وَعِشْرِينَ صَلاَةً فَإِذَا صَلاَّهَا فِى فَلاَةٍ فَأَتَمَّ رُكُوعَهَا وَسُجُودَهَا بَلَغَتْ خَمْسِينَ صَلاَةً
“Shalat jama’ah itu senilai dengan 25 shalat. Jika seseorang mengerjakan shalat ketika dia bersafar, lalu dia menyempurnakan ruku’ dan sujudnya, maka shalatnya tersebut bisa mencapai pahala  50 shalat.” [2]  Ibnu Baththol rahimahullah mengatakan, “Kadang keutamaan shalat jama’ah disebutkan sebanyak 27 derajat, kadang pula disebut 25 kali lipat, dan kadang juga disebut 25 bagian. Ini semua menunjukkan berlipatnya pahala shalat jama’ah dibanding dengan shalat sendirian dengan kelipatan sebagaimana yang disebutkan.” [3]
Ke Dua: Dengan Shalat Jama’ah Akan Mendapat Pengampunan Dosa
Dari ‘Utsman bin ‘Affan, beliau berkata bahwa saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ تَوَضَّأَ لِلصَّلاَةِ فَأَسْبَغَ الْوُضُوءَ ثُمَّ مَشَى إِلَى الصَّلاَةِ الْمَكْتُوبَةِ فَصَلاَّهَا مَعَ النَّاسِ أَوْ مَعَ الْجَمَاعَةِ أَوْ فِى الْمَسْجِدِ غَفَرَ اللَّهُ لَهُ ذُنُوبَهُ
“Barangsiapa berwudhu untuk shalat, lalu dia menyempurnakan wudhunya, kemudian dia berjalan untuk menunaikan shalat wajib yaitu dia melaksanakan shalat bersama manusia atau bersama jama’ah atau melaksanakan shalat di masjid, maka Allah akan mengampuni dosa-dosanya.”[4]
Ke Tiga: Setiap Langkah Menuju Masjid untuk Melaksanakan Shalat Jama’ah akan Meninggikan Derajatnya dan Menghapuskan Dosa; juga Ketika Menunggu Shalat, Malaikat Akan Senantiasa Mendo’akannya
Dari Abu Hurairah, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
صَلاَةُ الرَّجُلِ فِى جَمَاعَةٍ تَزِيدُ عَلَى صَلاَتِهِ فِى بَيْتِهِ وَصَلاَتِهِ فِى سُوقِهِ بِضْعًا وَعِشْرِينَ دَرَجَةً وَذَلِكَ أَنَّ أَحَدَهُمْ إِذَا تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ ثُمَّ أَتَى الْمَسْجِدَ لاَ يَنْهَزُهُ إِلاَّ الصَّلاَةُ لاَ يُرِيدُ إِلاَّ الصَّلاَةَ فَلَمْ يَخْطُ خَطْوَةً إِلاَّ رُفِعَ لَهُ بِهَا دَرَجَةٌ وَحُطَّ عَنْهُ بِهَا خَطِيئَةٌ حَتَّى يَدْخُلَ الْمَسْجِدَ فَإِذَا دَخَلَ الْمَسْجِدَ كَانَ فِى الصَّلاَةِ مَا كَانَتِ الصَّلاَةُ هِىَ تَحْبِسُهُ وَالْمَلاَئِكَةُ يُصَلُّونَ عَلَى أَحَدِكُمْ مَا دَامَ فِى مَجْلِسِهِ الَّذِى صَلَّى فِيهِ يَقُولُونَ اللَّهُمَّ ارْحَمْهُ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ اللَّهُمَّ تُبْ عَلَيْهِ مَا لَمْ يُؤْذِ فِيهِ مَا لَمْ يُحْدِثْ فِيهِ
“Shalat seseorang dalam jama’ah memiliki nilai lebih 20 sekian derajat daripada shalat seseorang di rumahnya, juga melebihi shalatnya di pasar. Oleh karena itu, jika salah seorang di antara mereka berwudhu, lalu menyempurnakan wudhunya, kemudian mendatangi masjid, tidaklah mendorong melakukan hal ini selain untuk melaksanakan shalat; maka salah satu langkahnya akan meninggikan derajatnya, sedangkan langkah lainnya akan menghapuskan kesalahannya. Ganjaran ini semua diperoleh sampai dia memasuki masjid. Jika dia memasuki masjid, dia berarti dalam keadaan shalat selama dia menunggu shalat.  Malaikat pun akan mendo’akan salah seorang di antara mereka selama dia berada di tempat dia shalat. Malaikat tersebut nantinya akan mengatakan: Ya Allah, rahmatilah dia. Ya Allah, ampunilah dia. Ya Allah, terimalah taubatnya. Hal ini akan berlangsung selama dia tidak menyakiti orang lain (dengan perkataan atau perbuatannya) dan selama dia dalam keadaan tidak berhadats. ” [5]
Ke Empat: Melaksanakan Shalat Jama’ah Berarti Menjalankan Sunnah Nabi, Meninggalkannya Berarti Meninggalkan Sunnahnya
Terdapat sebuah atsar dari dari ‘Abdullah bin Mas’ud, beliau berkata,
مَنْ سَرَّهُ أَنْ يَلْقَى اللَّهَ غَدًا مُسْلِمًا فَلْيُحَافِظْ عَلَى هَؤُلاَءِ الصَّلَوَاتِ حَيْثُ يُنَادَى بِهِنَّ فَإِنَّ اللَّهَ شَرَعَ لِنَبِيِّكُمْ -صلى الله عليه وسلم- سُنَنَ الْهُدَى وَإِنَّهُنَّ مِنْ سُنَنِ الْهُدَى وَلَوْ أَنَّكُمْ صَلَّيْتُمْ فِى بُيُوتِكُمْ كَمَا يُصَلِّى هَذَا الْمُتَخَلِّفُ فِى بَيْتِهِ لَتَرَكْتُمْ سُنَّةَ نَبِيِّكُمْ وَلَوْ تَرَكْتُمْ سُنَّةَ نَبِيِّكُمْ لَضَلَلْتُمْ
“Barangsiapa yang ingin bergembira ketika berjumpa dengan Allah besok dalam keadaan muslim, maka jagalah shalat ini (yakni shalat jama’ah) ketika diseru untuk menghadirinya. Karena Allah telah mensyari’atkan bagi nabi kalian shallallahu ‘alaihi wa sallam sunanul huda (petunjuk Nabi). Dan shalat jama’ah termasuk sunanul huda (petunjuk Nabi). Seandainya kalian shalat di rumah kalian, sebagaimana orang yang menganggap remeh dengan shalat di rumahnya, maka ini berarti kalian telah meninggalkan sunnah (ajaran) Nabi kalian. Seandainya kalian meninggalkan sunnah Nabi kalian, niscaya kalian akan sesat.” [6]  Ibnu ‘Allan Asy Syafi’i rahimahullah mengatakan, “Jika kalian melaksanakan shalat di rumah kalian yaitu melaksanakan shalat wajib sendirian atau melaksanakan shalat jama’ah namun di rumah (bukan di masjid) sehingga tidak nampaklah syi’ar Islam, sebagaimana hal ini dilakukan oleh orang yang betul-betul meremehkannya ... , maka kalian berarti telah meninggalkan ajaran Nabi kalian yang memerintahkan untuk menampakkan syi’ar shalat berjama’ah. Jika kalian melakukan seperti ini, niscaya kalian akan sesat. Sesat adalah lawan dari mendapat petunjuk.” [7]
Catatan: Ancaman bagi orang yang meninggalkan shalat jama’ah ini ditujukan bagi kaum pria, sedangkan wanita lebih utama shalat di rumahnya berdasarkan kesepakatan kaum muslimin (baca: ijma’ kaum muslimin).
Semoga dengan risalah yang singkat ini, dapat mendorong kita untuk melaksanakan shalat berjama’ah di masjid. Semoga masjid-masjid kaum muslimin dapat terisi terus dengan banyaknya jama’ah.  Pembahasan ini masih akan dilanjutkan dengan keutamaan shalat jama’ah pada setiap shalat 5 waktu dan hukuman keras bagi orang yang meninggalkan shalat jama’ah. Semoga Allah memudahkan urusan ini.
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat. Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.
****
Panggang, Gunung Kidul, 1 Robi’ul Akhir 1430 H
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel http://rumaysho.com

[1] HR. Bukhari dan Muslim. [Bukhari: 15-Kitab Al Jama’ah wal Imamah, 1-Bab Kewajiban Shalat Jama’ah. Muslim: 6-Kitab Al Masajid, 43-Bab Keutamaan Shalat Jama’ah dan Penjelasan Mengenai Hukuman Keras Apabila Seseorang Meninggalkannya]
[2] HR. Abu Daud dan Ibnu Majah. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih
[3] Syarh Shohih Al Bukhari li Ibni Baththol, 2/271, Maktabah Ar Rusyd
[4]  HR. Muslim. [Muslim: 3-Kitab Ath Thoharoh, 4-Bab Keutamaan Wudhu dan Shalat Sesudahnya]
[5] HR. Bukhari dan Muslim. [Bukhari: 15-Kitab Al Jama’ah wal Imamah, 1-Bab Wajibnya Shalat Jama’ah. Muslim: 6-Kitab Al Masajid, 50-Bab Keutamaan Shalat Jama’ah dan Keutamaan Menunggu Shalat]
[6] HR. Muslim. [Muslim: 6-Kitab Al Masajid, 45-Bab Shalat Jama’ah adalah Sunanul Huda]
[7] Dalil Al Falihin Li Thuruqi Riyadhis Sholihin, 6/402, Asy Syamilah

Dakwah

Pengertian Dakwah

Dakwah menurut etimologi (bahasa) berasal dari kata bahasa Arab :daa  yadu  dawatanyang berarti mengajak, menyeru, dan memanggil[1 Drs. Samsul Munir Amin, M.A,Rekonstruksi Pemikiran Dakwah Islam,Jakarta, 2008 hal. 3]. Di antara makna dakwah secara bahasa adalah:-         An-Nida artinya memanggil; daa filanun Ika fulanah, artinya si fulan mengundang fulanah-         Menyeru, ad-dua ila syaii, artinya menyeru dan mendorong pada sesuatu[2 Jumah Amin Abdul Aziz,Fiqih Dakwah; studi atas berbagai prinsip dan kaidah yang harus dijadikan acuan dalam dakwah islamiah, Solo, 2011] Dalam dunia dakwah, rang yang berdakwah biasa disebut Dai dan orang yang menerima dakwah atau orang yang didakwahi disebut dengan Mad'u[3 Lihat Drs. Wahidin Saputra,M.A, Pengantar Ilmu Dakwah, Jakarta, 2011 hal. 1]. Dalam pengertian istilah dakwah diartikan sebagai berikut:
1.     Prof. Toha Yaahya Oemar menyatakan bahwa dakwah Islam sebagai upaya mengajak umat dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah Tuhan untuk kemaslahatan didunia dan akhirat.
2.     Syaikh Ali Makhfudz, dalam kitabnya Hidayatul Mursyidin memberikan definisi dakwah sebagai berikut: dakwah Islam yaitu; mendorong manusia agar berbuat kebaikan dan mengikuti petunjuk (hidayah), menyeru mereka berbuat kebaikan dan mencegah dari kemungkaran, agar mereka mendapat kebahagiaan di dunia dan akhirat.
3.     Hamzah Yaqub mengatakan bahwa dakwah adalah mengajak umat manusia dengan hikmah (kebijaksanaan) untuk mengikuti petunjuk Allah dan Rasul-Nya.
4.     Menurut Prof Dr. Hamka dakwah adalah seruan  panggilan untuk menganut suatu pendirian yang ada dasarnya berkonotasi positif dengan substansi terletak pada aktivitas yang memerintahkan amar maruf nahi mungkar.
5.     Syaikh Muhammad Abduh mengatakan bahwa dakwah adalah menyeru kepada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran adalah fardlu yang diwajibkan kepada setiap muslim[4 Drs. Wahidin Saputra, M.A,Pengantar Ilmu Dakwah,Jakarta, 2011 hal. 1-2] Dari beberapa definisi di atas secara singkat dapat disimpulkan bahwa dakwah merupakan suatu aktivitas yang dilakukan oleh informan (dai) untuk menyampaikan informasi kepada pendengar (madu) mengenai kebaikan dan mencegah keburukan. Aktivitas tersebut dapat dilakukan dengan menyeru, mengajak atau kegiatan persuasif lainnya.Dakwah menjadikan perilaku Muslim dalam menjalankan Islam sebagai agama rahmatan lilalamin yang harus didakwahkan kepada seluruh manusia, yang dalam prosesnya melibatkan unsur: dai(subyek),bmaaddah(materi), thoriqoh(metode), wasilah(media), dan madu(objek) dalam mencapai maqashid(tujuan) dakwah yang melekatdengan tujuan Islam yaitu mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat[5 Drs. Wahidin Saputra, M.A,Pengantar Ilmu Dakwah,Jakarta, 2011]. Islam sebagai agama merupakan penerus dari risalah-risalah yang dibawa nabi terdahulu, terutama agama-agama samawi seperti Yahudi dan Nasrani. Islam diturunkan karena terjadinya distorsi ajaran agama, baik karena hilangnya sumber ajaran agama sebelumnya ataupun pengubahan yang dilakukan pengikutnya. Dalam agama Nasrani misalnya, hingga saatini belum ditemukan kitab suci yang asli.Karena dakwah merupakan aktivitas amar maruf nahi mungkar, dakwah tidak selalu berkisar pada permasalahan agama seperti pengajian atau kegiatan yang dianggap sebagai kegiatan keagamaan lainnya. Paling tidak ada tiga pola yang dapat dipahami mengenai dakwah :
a. Dakwah Kultural Dakwah kultural adalah aktivitas dakwah yang mendekatkan pendekatan Islam Kultural, yaitu: salah satu pendekatan yang berusaha meninjau kembali kaitan doktrinasi yang formal antara Islam dan negara. Dakwah kultural merupakan dakwah yang mendekati objek dakwah (madu) dengan memperhatikan aspek sosial budaya yang berlaku pada masyarakat. Seperti yang telah dilaksanakan para muballigh dahulu (yang dikenal sebagai walisongo) di mana mereka mengajarkan Islam menggunakan adat istiadat dan tradisi lokal. Pendekatan dakwah melalui kultural ini yang menyebabkan banyak masyarakat yang tertarik masuk Islam. Hingga kini dakwah kultural ini masih dilestarikan oleh sebagian umat Islam di Indonesia.
b. Dakwah PolitikDakwah politik adalah gerakan dakwah yang dilakukan dengan menggunakan kekuasaan (pemerintah); aktivis dakwah bergerak mendakwahkan ajaran Islam supaya Islam dapat dijadikan ideologi negara, atau paling tidak setiap kebijakan pemerintah atau negara selalu diwarnai dengan nilai-nilai ajaran Islam sehingga ajaran Islam melandasi kehidupan politik bangsa. Negara dipandang pula sebagai alat dakwah yang paling strategis.Dakwah politik disebut pula sebagai dakwah struktural. Kekuatan dakwah struktural ini pada umumnya terletak pada doktrinasi yang dipropagandakannya. Beberapa kelompok Islam gigih memperjuangkan dakwah jenis ini menurut pemahamannya.
c. Dakwah EkonomiDakwah ekonomi adalah aktivitas dakwah umatIslam yang berusaha mengimplementasikan ajaranIslam yang berhubungan dengan proses-proses ekonomi guna peningkatan kesejahteraan umat Islam. Dakwah ekonomi berusaha untuk mengajak umat Islam meningkatkan ekonomi dan kesejahteraannya. Ajaran Islam dalam kategori ini antara lain; jual-beli, pesanan,zakat, infak dan lain sebagainya.Makna dakwah juga berdekatan dengan konseptalim, tadzkir,dantashwir.Talim berarti mengajar, tujuannya menambah pengetahuan orang yang diajar, kegiatannya bersifat promotif  yaitu meningkatkan pengetahuan, sedang objeknya adalah orang yang masih kurang pengetahuannya.Tadzkir berarti mengingatkan dengan tujuan memperbaiki dan mengingatkan pada orang yang lupa terhadap tugasnya sebagai serang muslim. Karena itu kegiatan ini bersifa treparatif atau memperbaiki sikap, dan perilaku yang rusak akibat pengaruh lingkungan keluarga dan sosial budaya yang kurang baik, objeknya jelas mereka yang sedang lupa akan tugas dan perannya sebagai muslim.Tashwir berarti melukiskan sesuatu pada alam pikiran seorang, tujuannya membangkitkan pemahaman akan sesuatu melalui penggemaran atau penjelasan. Kegiatan ini bersifat propagatif, yaitu menanamkan ajaran agama kepada manusia, sehingga mereka terpengaruh untuk mengikutinya[6 Drs. Wahidin Saputra, M.A,Pengantar Ilmu Dakwah, Jakarta, 2011 hal 4-5].
Dakwah yang diwajibkan tersebut berorientasi pada beberapa tujuan:
1.     Membangun masyarakat Islam, sebagaimana para rasul Allah yang memulai dakwahnya di kalangan masyarakat jahiliah. Mereka mengajak manusia untuk memeluk agama Allah Swt, menyampaikan wahyu-Nyan kepada kaumnya, dan memperingatkan mereka dari syirik.
2.     Dakwah dengan melakukan perbaikan pada masyarakat Islam yang terkena musibah. Seperti penyimpangan dan berbagai kemungkaran, serta pengabaian masyarakat tersebut terhadap segenap kewajiban.
3.     Memelihara kelangsungan dakwah di kalangan masyarakat yang telah berpegang pada kebenaran, melalui pengajaran secara terus-menerus, pengingatan, penyucian jiwa, dan pendidikan[7 Jumah Amin Abdul Aziz, Fiqih Dakwah; studi atas berbagai prinsip dan kaidah yang harus dijadikan acuan dalam dakwah islamiah,Solo, 2011,].
B. Landasan Dakwah Dakwah merupakan kewajiban yang syari.
Hal ini sebagaimana      tercantum di dalam Al-Quran maupun As-Sunnah. Beberapa Ayat Dakwah
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.(Q.S. An-Nahl [16]:125)
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang maruf dan mencegah dari yang munkar ; merekalah orang-orang yang beruntung.(Q.S. Ali Imran [3]:104) Beberapa Hadits Dakwah
Rasulullah pernah bersabda: Barangsiapa yang melihat kemungkaran, maka cegahlah dengan tanganmu, apabila belum bisa, maka cegahlah dengan mulutmu, apabila belum bisa, cegahlah dengan hatimu, dan mencegah kemungkaran dengan hati adalah pertanda selemah-lemah iman
Dalam hadits lain nabi bersabda :
“Ajaklah mereka memeluk Islam dan beritahu mereka apa-apa yang diwajibkan atas mereka yang berupa hak Allahdi dalamnya. Demi Allah, Allah memberi petunjuk kepada seseorang lantaran engkau, adalah lebih baik bagimu dari pada engkau memiliki unta merah                              
Karakter Dakwah
Apabila dikatakan dakwah islamiah, maka yang dimaksudkan adalah Risalah terakhir yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai wahyu dari Allahdalam bentuk kitab yang tidak ada kebatilan di dalamnya, baik di depan atau belakangnya, dengan kalam-Nya yang bernilai mukjizat, dan yang ditulis di dalam mushaf yang diriwayatkan dari Nabi Saw dengan Sand yang mutawatir, yang membacanya bernilai ibadah.Dengan penjabaran demikian, dakwah Islam memiliki beberapa karakter yang membedakannya dari dakwah-dakwah yang lain. Ada beberapa karakteristik di antaranya ialah:
1.     Rabaniyah, artinya bersumber dari wahyu Allah Swt.
2.     Wasathiyah, artinya tengah-tengah atau seimbang
3.     Ijabiyah, artinya positif dalam memandang alam, manusia, dan kehidupan
4.     Waqiiyah, artinya realistis dalam memperlakukan individu dan masyarakat
5.     Akhlaqiyah, artinya sarat dengan nilai kebenaran, baik dalam sarana maupun tujuannya
6.     Syumuliyah, artinya utuhdan menyeluruh dalam manhajnya
7.     Alamiyah, bersifat mendunia
8.     Syuriyah, berpijak di atasprinsip musyawarah dalam menentukan segala sesuatunya
9.     Jihadiyah, artinya terus memerangi siapa saja yang berani menghalang-halangi Islam, dan mencegah tersebarnya dakwah.
10. Salafiyah, artinya menjaga orisinalitas dalam pemahaman dan akidah[8 Jumah Amin Abdul Aziz,Fiqih Dakwah; studi atas berbagai prinsip dan kaidah yang harus dijadikan acuan dalam dakwah islamiah,Solo, 2011,hal 45-46].

D. Faktor-Faktor Keberhasilan Dakwah
Dakwah tidak akan berhasil apabila seorang dai tidak menyerahkan dirinya secara totalitas untuk berjuang di jalan Allah. Dakwah yang berhasil ialah dakwah yang efektif membimbing manusia untuk amar maruf dan nahi mungkar. Banyak faktor yang mendukung keberhasilan dakwah ini, di antaranya ialah:
1.     Pemahaman yang mendalam
2.     Keimanan yang kuat
3.     Kecintaan yang kukuh
4.     Kesadaran yang sempurna
5.     Kerja yang kontinuDalam rangka mencapai tujuan yang mulia itu, seorang muslim harus bersedia menjual diri dan hartanya kepada Allah, sampai dia tidak memiliki apa-apa. Dia menjadikan dunia hanya untuk dakwahnya, demi untuk memperoleh keberhasilan akhirat, sebagai pembalasan atas pengorbanannya.  Allah Swt berfirman:Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang yang beriman diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka(At-Taubah:111)[9 Jumah Amin Abdul Aziz,Fiqih Dakwah; studi atas berbagai prinsip dan kaidah yang harus dijadikan acuan dalam dakwah islamiah,Solo, 2011].
E. Sarana Dakwah dan Realisasi Target
Dengan pemahaman yang benar terhadap dakwah, kita berupaya melaksanakan pemahaman ini agar terjelma dalam kehidupan yang nyata, dan prinsip-prinsip yang dilaksanakan dapat disaksikan dan dirasakan pengaruhnya oleh manusia. Hal itu dilakukan melalui upaya untuk merealisasikan target-target berikut ini:
1.     Ishlah An-Nafs(perbaikan jiwa), sehingga menjadi seorang muslim yang kuat fisiknya, baik akhlaknya, luas wawasan berpikirnya, mampu bekerja, bersih akidahnya, benar ibadahnya dan bermanfaat untuk orang lain. Perbaikan ini menuntun hingga menjadi manusiaasan takwim.
2.     Membina rumah tangga islami sehingga berimbas pada harmonisasi kehidupan dalam lingkup keluarga maupun masyarakat luas.
3.     Irsyad Al-Mujtama(memberi pengarahan kepadamasyarakat) yakni dengan menanamkan prinsip amar maruf nahi mungkar.
4.     Berdakwah kepada pemerintah untuk menerapkan syariat Allah dengan segala metode yang bijaksana dan akhlak islami
5.     Berdakwah untuk mewujudkan persatuan Islam dengan cara misalnya melakukan konsolidasi kepada negara-negara Islam[10 Jumah Amin Abdul Aziz,Fiqih Dakwah; studi atas berbagai prinsip dan kaidah yang harus dijadikan acuan dalam dakwah islamiah,Solo, 2011hal 59].
DAFTAR PUSTAKA
[1]Drs. Samsul Munir Amin, M.A,Rekonstruksi Pemikiran Dakwah Islam,Jakarta, 2008 hal. 3
[2]Jumah Amin Abdul Aziz,Fiqih Dakwah; studi atas berbagai prinsip dan kaidah yang harus dijadikan acuan dalam dakwah islamiah,Solo, 2011,
[3]Lihat Drs. Wahidin Saputra,M.A,Pengantar Ilmu Dakwah,Jakarta, 2011 hal. 1
[4]Drs. Wahidin Saputra, M.A,Pengantar Ilmu Dakwah,Jakarta, 2011 hal. 1-2
[5]Drs. Wahidin Saputra, M.A,Pengantar Ilmu Dakwah,Jakarta, 2011
[6]Drs. Wahidin Saputra, M.A,Pengantar Ilmu Dakwah,Jakarta, 2011 hal 4-5
[7]Jumah Amin Abdul Aziz,Fiqih Dakwah; studi atas berbagai prinsip dan kaidah yang harus dijadikan acuan dalam dakwah islamiah,Solo, 2011,
[8]Jumah Amin Abdul Aziz,Fiqih Dakwah; studi atas berbagai prinsip dan kaidah yang harus dijadikan acuan dalam dakwah islamiah,Solo, 2011,hal 45-46
[9]Jumah Amin Abdul Aziz,Fiqih Dakwah; studi atas berbagai prinsip dan kaidah yang harus dijadikan acuan dalam dakwah islamiah,Solo, 2011,[10]Lihat
[10]Jumah Amin Abdul Aziz,Fiqih Dakwah; studi atas berbagai prinsip dan kaidah yang harus dijadikan acuan dalam dakwah islamiah,Solo, 2011hal 59

Fitur Menggoda Yamaha X-Max 300, Wajib Tahu



Pabrikan sepeda motor asal Jepang, Yamaha, secara terang-terangan memamerkan X-Max 300 generasi terbaru yang akan dipasarkan di daratan Eropa. Yamaha ingin menjadikan motor ini sebagai penggantiYamaha X-Max 250cc. Rencananya peluncuran akan dilaksanakan pada bulan Maret tahun depan di benua biru. Menariknya, motor generasi terbaru ini diklaim memiliki fitur yang sangat kaya. Bahkan, beberapa item bikin geleng-geleng kepala. Dilansir dariIndiatodays, Jumat, 21 Oktober 2016, Yamaha X-Max 300 hadirdengan desain modern, terjejal lampu ganda berkarakter tajam dan sudah dilengkapi LED. Pada bagian belakangnya, juga sudah dibekali lampu LED dengan desain membentuk huruf 'X'. Behel model tanduk yang terlihat menyatu dengan bodi semakin membuat penampilannya memesona. Dengan postur bongsor dan desain tampilansporty, body New X-Max 300 rupanya dibangun berdasarkan DNA N-Max namun memiliki perbedaan padabeberapa bagian. Salah satu bagian yang berbeda yaitu di mana terdapat dua headlamp LED yang menambah kesan tajam pada lampunya. sedangkan bagian belakang dihiasi oleh lekuk-lekuk futuristik, didukung dengan sein danstoplamp LED. Panel instrumennya juga merupakan hasil perpaduan analog dan digital. Informasiyang ditampilkan pun cukup komplet, ada indikator bensin, jam, dan juga tripmeter. Untuk dapur pacunya, dengan menggunakan mesinliquid-cooledBlueCore berkapasitas 300 cc, motor matik bongsor ini didukung dengan sejumlah teknologi yang membuatnya semakin terlihat “edan” untuk digunakan saat menanjak dan di jalanan.

Mesin New X-Max 300 berkubikasi 292ccsingle silinderdianggap mampu mengeluarkan tenaga hingga 27,6 hp pada 7.250 rpm dan torsi 29 Nm pada 5.750 rpm. Generasi baru X-Max 300 diklaim lebih irit dalam hal konsumsi bahan bakar, dengan begitu, pengurangan emisi akan lebih baik.Teknologi yang disematkan Yamaha untuk memperkuat New X-Max 300 juga sangat komplet, dimana standar keselamatan dan kenyamanan berkendara juga tak luput disematkan dimotor ini sepertiAnti-lock Braking System(ABS),Traction Control System(TCS) danSmart Key keyless ignition system.Bagian sasis juga mendapatkan sentuhan khas yang baru, di mana suspensi depan menggunakan sepasangshock breakermodel teleskopik dengan ditambah velg 15 inci. Sedangkan bagian belakang juga menggunakan suspensi ganda berukuran velg lebih kecil 14 inci.Untuk menambah tampilan pada roda serta sebagai fitur keamanan, tugas pengereman ditangani oleh rem cakramdi kedua ujungnya, sementara ABS adalahfitmentstandar. Pengereman depan juga telah menggunakan cakram 267 mm dan belakang 245mm.X-Max 300 dibekali sejumlah sensor pada roda belakang ketika motor terdeteksi kehilangan traksi. Sistem elektronik ini tentu memberikan percayadiri berlebih bagi pembesutnya saat motor digunakan di jalanan basah atau licin.Sementara itu, untuk mendukung agar bisa digunakan dalam perjalanan touring, New X-Max 300 memiliki penyimpan bahan bakar yang cukup besar, hingga mampu menampung 13 liter. Bagian bagasi juga sangat luas, sehingga mampu mengakomodasi dua helm sekaligus dan masih menyisakan sedikitspace.Untuk masalah harga, Skuter milik perusahaan berlogo “Garpu Tala” ini akan dibanderol dengan kisaran harga 5.499 Euro atau setara dengan Rp78,5 juta.

Sumber : viva.co.id
Moga Bermanfaat

Thursday 20 October 2016

Kalah dari Marquez, Rossi Ultimatum Yamaha


Setelah gagal merebut trofi juara dunia musim ini,The Doctor meminta pabrikan Jepang menciptakan motor yang lebih kompetitif untuk menyaingi Honda. Musim ini, Yamaha gagal mempertahankan gelar juara dunia yang musim lalu diraih Jorge Lorenzo. Tim Garpu Tala gagal bersaing di paruh kedua 2016, kendati sempat mengasapi Honda di awal kompetisi. Tengok saja di tujuh seri perdana di Qatar hingga Catalunya, Yamaha dapat lima kemenangan sementara Honda cuma dua. Rinciannya, Rossi mengemas dua kemenangan di Jerez dan Catalunya, sementara Lorenzo tiga kemenangan di Qatar, Prancis, dan Italia. Sisanya di Argentina dan Amerika,The Baby Alienjadi pemenang.Namun semuanya berbalik ketika memasuki paruh kedua musim. Yamaha tak pernah menang lagi sejak Catalunya, sementara Honda mendominasi dengan mendulang enam podium kemenangan, sisanya direbut Suzuki dan Ducati.Bukannya Yamaha tak menyadari penurunan performa tersebut. Di pengujian Brno, Republik Ceko, Rossi dan Lorenzo diberi komponen anyar berupa sasis dan swing-arm baru untuk YZR-M1. Tapi nyatanya, terobosan itu dinilai pembalap Italia belum mampu menyelesaikan masalah.Jika dibandingkan dengan Honda, Marquez justru terus meningkatkan kinerja motor RC213V dengan baik. Meski terseok-seok di pra-musim, pembalap Spanyol bisa mendapat motor yang kompetitif seiring berjalannya musim, terutama sejak di Barcelona.Hingga akhirnya, kekalahan Yamaha atas Honda benar-benar terjadi di Grand Prix Jepang akhir pekan lalu. Ketika Rossi dan Lorenzo terjatuh di Sirkuit Motegi, Marquez justru keluar jadi pemenang untuk mengunci titel juara dunia 2016. Jelang bertarung di seri balap Australia, Minggu (23/10/2016), Rossi menilai terobosan yang dilakukan Yamaha di pengujian tengah musim gagal berdampak positif. Untuk itu, ia meminta pabrikannya menciptakan motor baru yang lebih bersaing musim depan. "Masalahnya, terutama dibandingkan dengan Honda, adalah sepanjang musim kami dapat perangkat baru, tapi sayangnya kami tidak bisa membuat langkah seperti yang kami lakukan di musim 2015dan 2014," ujar Rossi seperti dikutipCrash, Kamis (20/10/2016)."Di akhir musim tersebut, kami sangat kuat. Tapi, musim ini kami tidak mampu melakukannya. Kami perlu membuat langkah yang lain dan saya kira kami baru bisa melihat motor (2017) di pengujian Valencia, setelah seri balap terakhir,"Kami selalu berdiskusi dan coba memberi pengalaman saya untuk mengembangkan motor. Hubungan dengan Yamaha setelah melewati banyak musim sangat bagus untuk membantu mereka,""Mereka banyak mengerjakan bagian mesin dan sasis, tapi saya tidak tahu apapun soal motor baru. Akan sangat menarik melihatnya sebab kami memulai musim ini dengan mengoleksi sangat banyak poin," tegasnya.

Tafsir Dakwah III

Di antara penyakit lisan (Aafatul Lisan) yang sangat berbahaya adalah mengumpat dan mencela. Ayat di atas menjelaskan betapa dahsyatnya ancaman bagi pengumpat dan pencela.
Umpatan dan Celaan adalah Ujian Dakwah
Surat Al Humazah adalah termasuk deretan Surat Makkiyah, yaitu surat yang turun sebelum Rasulullah saw dan gangguan yang terjadi pada tahun-tahun awal kehidupan dakwah. Ini juga contoh konkret dari tribulasi dakwah yang bisa terjadi pada sosok da’i, di mana dan kapan saja. Jadi, hal ini sunnatullah dalam dakwah sehingga tidak boleh membuat juru dakwah putus asa, pesimis dan loyo apalagi sampai meninggalkan dakwah hanya karena tak tahan menghadapinya.
Dalam kajian Sayyid Quthb rahimahullah surat ini memberi gambaran sosok pencela yang kerdil jiwanya karena telah dikuasai harta sehingga menganggap harta adalah nilai (value), variabel atau standar tertinggi dalam kehidupan. Maka, ketika ia bergelimang harta, ia merasa telah memiliki dan menguasai harga diri manusia. Puncaknya, ia menganggap harta adalah tuhan yang maha kuasa, mampu berbuat apa pun, sampai-sampai mampu menolak kematian dan mengekalkan kehidupan serta menolak qadha' (ketentuan) Allah, hisab (audit)-Nya dan jaza' (balasan)-Nya, jika ia masih memandang adanya hisab dan balasan.
Mengumpat dan Mencela, Sifat Orang Kafir
Sederet nama di atas, jika riwayat-riwayat tersebut shahih, adalah musuh bebuyutan dakwah di zaman Nabi saw. Mereka sangat populer sepak terjangnya dalam memusuhi Nabi saw dan orang-orang beriman. Hal ini memberikan pemahaman bahwa mengumpat dan mencela adalah sifat dan karakter orang kafir. Karenanya, Islam membenci perilaku buruk dan menyebutkannya dalam banyak ayat Al Qur'an.
 AYAT 1
                                                                                                                      وَيْلٌ لِّكُلِّ هُمَزَةٍ لُّمَزَةٍ
“ Wail bagi pengumpat dan pencela”
Kata ( وَيْلٌ ) wail digunakan untuk menggambarkan kesedihan, kecelakaan, dan kenistaan.kata ini juga digunakan untuk mendoakan seseorang untuk mendapatkan kecelakaan dan kenistaan itu. Dengan demikian ia dapat menggambarkan keadaan buruk yang sedang atau akan dialami. Banyak ulama memahaminya dalam arti kecelakaan atau kenistaan yang akan dialami, dan dengan demikian ia akan menjadi ancaman buat pengumpat dan pencela. Sementara ulama berpendapat bahwa wail adalah nama satu lembah dineraka, yang melakukan pelanggaran tertentu akan tersiksa dineraka.[1]
Kata al-humazah adalah bentuk jamak dari kata hummaz yang terambil dari kata al-hamz yang pada mulanya berarti tekanan dan dorongan yang keras. Huruf hamzah dalam  alfabeth bahasa arab,dinamai demikian karena posisi lidah dalam pengucapannya berada diujung tenggorokan sehingga untuk mengucapkannya dibutuhkan semacam dorongan dan tekanan. Kalimat hamazat asy-syayathin berarti dorongan-dorongan syetan untuk melakukan kejahatan. Pengertian itu berkembang sehingga ia diartikan dengan mendorong orang lain dengan lidah (ucapan) atau dengan kata lain menggunjing, mengumpat, sisi negatif (mencela) orang lain tidak dihadapan yang bersangkutan. Dengan makna lain adalah ghibah.
Ada 6 yang dikecualikan dari larangan di atas, dengan kata lain agama dapat  membenarkan seseorang menyebut kejelekan orang lain dibelakang yang bersangkutan, selama salah satu yang disebut dibawah ini terpenuhi, yaitu :[2]
1.         Mengadukan penganiayaan yang dialami seseorang kepada pihak yang diduga dapat mengatasi penganiayaan itu.
2.         Mengharapkan bantuan dari siapa yang disampaikan kepadanya keburukan itu, agar keburukan itu dapat tersingkirkan.
3.         Menyebut keburukan dalam rangka meminta fatwa keagamaan.
4.         Menyebut keburukan seseorang dengan tujuan memberi.
5.         Membicarakan keburukan seseorang yang secara terang-terangan dan tanpa malu melakukannya.
6.         Mengidentifikasi seseorang atau memberinya gelar atau ciri tertentu, yang tanpa hal tersebut yang bersangkutan tidak terkenal.
Kata (لُّمَزَةٍ ) lumazah adalah bentuk jamak dari (lammaz) yang terambil dari kat (al-lamz). Kata ini digunakan untuk menggambarkan ejekan yang mengundang tawa. Sementara ulama berpendapat bahwa al-lamz adalah “mengejek dengan menggunakan isyarat mata atau tanagn yang disertai dengan kata-kata yang diucapkan secara berbisik, baik yang dihadapan maupun  dibelakang orang yang diejek.
AYAT 2-3
الَّذِي جَمَعَ مَالًا وَعَدَّدَهُ , يَحْسَبُ أَنَّ مَالَهُ أَخْلَدَه
“Yang menghimpun harta dan menghitung-hitungnya, dia mengira bahwa hartanya akan mengekalkannya”
Setelah ayat yang lalu mengecam pengumpat dan pengejek, ayat-ayat diatas mengisyaratkan salah satu perbuatan itu yakni pengumpat atau pengejek itu adalah orang yang menghimpun harta yang banyak dan sering kali menghitung-hitungnya, itu dilakukan karena ia mengira bahwa hartanya akan mengekalkannya.
Kata (mal) dari segi bahasa mulanya berarti cenderung atau senang. Agaknya dinamai demikian, karena hati manusia selalu cenderung dan senang kepadanya.
Kata ( عَدَّدَهُ ) ‘addadahu terambil dari kata ‘adda yang dapat dipahami dalam arti menghitung atau menganekaragamkan atau menyiapkan. Kata tersebut menggambarkan bahwa  si pengumpat yang mengumpulkan harta itu tidak sekedar mengumpulkannya, tetapi dia begitu cinta kepada harta sehingga dari saat-kesaat dia menghitung-hitungnya, dan dia begitu bangga dengannya sehingga memamerkannya. Atau menjadikannya beranekaragam dengan membeli berbagai ragam benda. Seperti sawah, ladang, kendaraan, rumah, pershiasan dan sebagainya dan juga dalam arti mempersiapkan untuk kebutuhan anak keturunannya. Betapapun, kesemuanya itu bermuara pada satu maksud bahwa yang bersangkutan amat cinta kepada harta benda dan amat kikir.[3]
Kata (akhladahu) terambil dari kata (al-khuld) kekal. Kata yang digunakan pada ayat ini berbenrtuk kata kerja bentuk lampau (madhi) tetapi maksudnya adalah masa datang (mudhari). Ini untuk mengisyaratkan betapa mantap dugaan itu dalam diri yang bersangkutan sehingga seakan-akan kekekalan tersebut sudah merupakan kepastian seperti pastinya sesuatu yang telah terjadi.
AYAT 4-5
كَلَّا ۖ لَيُنبَذَنَّ فِي الْحُطَمَةِ , وَمَا أَدْرَاكَ مَا الْحُطَمَةُ
“Tidak ! Dia pasti akan dilemparkan kedalam khutamah. Apakah yang menjadikan engkau mengetahui apakah al-khutamah”.
Ayat yang lalu menegaskan bahwa si pengumpat yang menumpuk dan menghitung-hitung harta menduga bahwa harta itu akan mengekalkannya. Ayat diatas membantah dugaan itu sambil mengancam yang bersangkutan bahwa: Tidak, atau hati-hatilah, Aku bersumpah dia pasti akan  dilemparkan ke neraka al-hutmah. Untuk menggambarkan betapa ngeri dan pedihnya siksa neraka itu ayat berikutnya menegaskan “wa maa adraaka” yakni apakah yang menjadikan engkau mengetahui apakah al-hutmah itu.
AYAT 6-9
نَارُ اللَّهِ الْمُوقَدَةُ , الَّتِي تَطَّلِعُ عَلَى الْأَفْئِدَةِ , إِنَّهَا عَلَيْهِم مُّؤْصَدَةٌ , فِي عَمَدٍ مُّمَدَّدَةٍ
“Api Allah yang naik sampai ke hati. Sesungguhnya ia atas mereka ditutup (rapat-rapat). Pada tiang-tiang yang sangat panjang”.
Setelah mengisyaratkan betapa hebatnya neraka dan bahwa dia diluar kemampuan nalar manusia untuk menjangkaunya, ayat-ayat diatas bagaikan menyatakan bahwa : Sekedar untuk menggambarkannya sesuai kemampuan kamu, al-hutmah adalah api Allah yang naik secara sempurna sampai kehati semua pendurhaka. Jangan duga ada diantara mereka yang dapat menghindar, jangan juga duga bahwa api itu mematikan mereka karena sesungguhnya ia yakni tempat api itu dikorbankan atas mereka secara khusus ditutup rapat-rapat sedang para yang tersiksa itu diikat pada tiang-tiang yang sangat panjang.[4]
B.     ASBABUN NUZUL
Pada suatu waktu Utsman bin Affan dan Abdillah bin Umar berkata: masih terdengar segar dalam telinga kami, bahwa ayat ke-1 dan ke-2 dari surah al-humazah diturunkan sehubungan dengan Ubayyin bin Khalaf, seorang hartawan besar dalam kalangan Quraisy. Ia selalu mengejek dan menghina Rasulullah SAW dengan harta kekayaan yang dimilikinya”. Ubayyin senantiasa membanggakan harta kekayaan yang dimiliki, dan beranggapan bahwa ia dapat hidup kekal dengan hartanya, sehingga tidak perlu beribadah kepada siapapun.[5]
(H.R Ibnu Abi Hatim dari Utsman dan Abdillah bin Umar).
Ayat ke-1 sampai dengan ayat ke-3, diturunkan sehubungan dengan Akhnas bin Syarik yang pekerjaan sehari-harinya hanya mengumpat dan mengejek orang lain. Ayat ini diturunkan Allah SWT, sebagai peringatan dan teguran atas perbuatan yang tidak terpuji tersebut. Balasan bagi mereka yang tidak memperhatikan peringatan ini, tidak lain adalah siksa yang sangat dari sisi Allah SWT.
(H.R Ibnu Abi Hatim dan Suddi)
Ayat ke 1 sampai dengan ayat ke 3, diturunkan sehubungan dengan jamil bin Amir al-jumhi, seorang pendekar dan tokoh yang musyrik yang pekerjaan dan sehari-harinya hanya menghina dan mengejek orang lain. Ayat-ayat ini diturunkan sebagai peringatan dari sisi Allah SWt.
(H.R Ibnu Jarir dari seorang suku Riqqah)
Ayat-ayat yang terkandung dalam surah al-humazah diturunkan sehubungan dengan Umayyah bi Khalaf yang selalu memaki, menghina, dan mencela Rasulluh SAW. Disetiap kesempatan bertemu. Sejalan dengan itu, maka Allah SWT. Memerintahkan malaikat jibril untuk menurunkan wahyu yang secara tegas memberikan sanksi hukuman (siksa) kepada orang kikir dan orang mengumpat. Mereka diancam dengan amuk api neraka khutamah.
(H.R ibnu Mundzir dari Abu Ishak)
C.  ASPEK KOMUNIKASI DALAM SURAT AL-HUMAZAH
                  Dalam Menganailisis surat al-humazah ini sesuai dengan kontekstual terdapat beberapa aspek yang terkandung didalamnya yakni politik, ekonomi, sosial dan budaya. Yang dimana aspek-aspek tersebut ada karena di setiap komunikasi itu ada yang namanya komunikator, komunikan dan media.
                  Komunikasi adalah proses penyampaian pesan dari individu atau komunikator menggunakan symbol/ media mempresentasikan suatu makna, pemikiran ide sesuai dengan lingkungan. Sesuai dengan analisis dari surat al-humazah ini komunikator berperan dalam menyampaikan pesan kepada komunikannya melalui bahasa/ media. Yang dimana dalam komunikasi tersebut terdapat suatu masalah atau pokok yang melahirkan beberapa bidang/ aspek yang tersebut diatas. 





BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pada surah Al-Humazah menyinggung tentang pemicu lahirnya sosok pengumpat lagi pencela, yaitu, "Yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitung maksudnya mengumpulkan dan menghitung-hitung harta yang karenanya dia menjadi kikir dan tidak mau menafkahkannya di jalan Allah. Dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya."
Ketika manusia mempersepsikan harta sebagai "segalanya" bahkan menuhankannya karena mengira harta itu berkuasa atas segala sesuatu, maka beragam sifat dan perilaku negatif dengan sendirinya akan muncul. Di mata manusia semacam ini, semua orang bisa diatur dan derajatnya lebih rendah darinya. Maka, menghina, mengumpat dan mencela orang lain adalah biasa dan lumrah bagi orang yang menghamba kepada harta.
Kedahsyatan ancaman bagi pengumpat dan pencela dilukiskan surat ini sejak awal ayat. Bahkan kata pertamanya adalah ancaman kebinasaan, "Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela." Penyebutan ancaman "Wail", kecelakaanlah... padahal di akhir surat juga diancam lagi dengan neraka, memberi pemahaman bahwa ini bisa saja merupakan ancaman kebinasaan dan kehancuran di dunia sebelum nanti di akhirat dimasukkan ke neraka. Karenanya, kehidupan pengumpat dan pencela tak akan pernah mendapat ketenangan, kedamaian dan jauh dari rahmat dan keberkahan Allah, meski bisa saja hidupnya bergelimang harta. Ketenangan, kebahagiaan dan kesejahteraan yang terlihat hanyalah fatamorgana. Kelak di akhirat, para pengumpat dan pencela akan dimasukkan ke neraka Huthamah.


DAFTAR PUSTAKA

Shihab Quraish, 2002, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian AL-Qur’an, Jakarta: Lentera Hati.
Mahali Mudjab, 2002, Asbabun Nuzul: Studi Pendalaman Al-Qur’an Surat Al-Baqarah- An- Nas, Jakarata: PT Raja Grafindo Persada.

[1] Shihab Quraish, 2002, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian AL-Qur’an, Jakarta: Lentera Hati Hal :511
[2] Shihab Quraish, 2002, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian AL-Qur’an, Jakarta: Lentera Hati Hal :512
[3] Shihab Quraish, 2002, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian AL-Qur’an, Jakarta: Lentera Hati Hal :515
[4] Shihab Quraish, 2002, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian AL-Qur’an, Jakarta: Lentera Hati Hal :517
[5] Mahali Mudjab, 2002, Asbabun Nuzum: Studi Pendalaman Al-Qur’an Surat Al-Baqarah- An- Nas, jakarata: PT raja Grafindo Persada, Hal : 948-949

Tafsir Dakwah II

BAB II
PEMBAHASAN
A.    TAFSIRAN  SURAH AL-HUMAZAH
(QS Al Humazah [104]: 1 – 9)

Terjemahan
Text Qur'an
Ayat

Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela,
وَيْلٌ لِكُلِّ هُمَزَةٍ لُمَزَةٍ
1

yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya, [maksudnya mengumpulkan dan menghitung-hitung harta yang karenanya dia menjadi kikir dan tidak mau menafkahkannya di jalan Allah].
الَّذِي جَمَعَ مَالا وَعَدَّدَهُ
2

dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya,
يَحْسَبُ أَنَّ مَالَهُ أَخْلَدَهُ
3

sekali-kali tidak! Sesungguhnya dia benar-benar akan dilemparkan ke dalam Huthamah.
كَلا لَيُنْبَذَنَّ فِي الْحُطَمَةِ
4

Dan tahukah kamu apa Huthamah itu?
وَمَا أَدْرَاكَ مَا الْحُطَمَةُ
5

(yaitu) api (yang disediakan) Allah yang dinyalakan,
نَارُ اللَّهِ الْمُوقَدَةُ
6

yang (membakar) sampai ke hati.
الَّتِي تَطَّلِعُ عَلَى الأفْئِدَةِ
7

Sesungguhnya api itu ditutup rapat atas mereka,
إِنَّهَا عَلَيْهِمْ مُؤْصَدَةٌ
8

(sedang mereka itu) diikat pada tiang-tiang yang panjang.
فِي عَمَدٍ مُمَدَّدَةٍ
9