Showing posts with label tafsir. Show all posts
Showing posts with label tafsir. Show all posts

Thursday 20 October 2016

Tafsir Dakwah III

Di antara penyakit lisan (Aafatul Lisan) yang sangat berbahaya adalah mengumpat dan mencela. Ayat di atas menjelaskan betapa dahsyatnya ancaman bagi pengumpat dan pencela.
Umpatan dan Celaan adalah Ujian Dakwah
Surat Al Humazah adalah termasuk deretan Surat Makkiyah, yaitu surat yang turun sebelum Rasulullah saw dan gangguan yang terjadi pada tahun-tahun awal kehidupan dakwah. Ini juga contoh konkret dari tribulasi dakwah yang bisa terjadi pada sosok da’i, di mana dan kapan saja. Jadi, hal ini sunnatullah dalam dakwah sehingga tidak boleh membuat juru dakwah putus asa, pesimis dan loyo apalagi sampai meninggalkan dakwah hanya karena tak tahan menghadapinya.
Dalam kajian Sayyid Quthb rahimahullah surat ini memberi gambaran sosok pencela yang kerdil jiwanya karena telah dikuasai harta sehingga menganggap harta adalah nilai (value), variabel atau standar tertinggi dalam kehidupan. Maka, ketika ia bergelimang harta, ia merasa telah memiliki dan menguasai harga diri manusia. Puncaknya, ia menganggap harta adalah tuhan yang maha kuasa, mampu berbuat apa pun, sampai-sampai mampu menolak kematian dan mengekalkan kehidupan serta menolak qadha' (ketentuan) Allah, hisab (audit)-Nya dan jaza' (balasan)-Nya, jika ia masih memandang adanya hisab dan balasan.
Mengumpat dan Mencela, Sifat Orang Kafir
Sederet nama di atas, jika riwayat-riwayat tersebut shahih, adalah musuh bebuyutan dakwah di zaman Nabi saw. Mereka sangat populer sepak terjangnya dalam memusuhi Nabi saw dan orang-orang beriman. Hal ini memberikan pemahaman bahwa mengumpat dan mencela adalah sifat dan karakter orang kafir. Karenanya, Islam membenci perilaku buruk dan menyebutkannya dalam banyak ayat Al Qur'an.
 AYAT 1
                                                                                                                      وَيْلٌ لِّكُلِّ هُمَزَةٍ لُّمَزَةٍ
“ Wail bagi pengumpat dan pencela”
Kata ( وَيْلٌ ) wail digunakan untuk menggambarkan kesedihan, kecelakaan, dan kenistaan.kata ini juga digunakan untuk mendoakan seseorang untuk mendapatkan kecelakaan dan kenistaan itu. Dengan demikian ia dapat menggambarkan keadaan buruk yang sedang atau akan dialami. Banyak ulama memahaminya dalam arti kecelakaan atau kenistaan yang akan dialami, dan dengan demikian ia akan menjadi ancaman buat pengumpat dan pencela. Sementara ulama berpendapat bahwa wail adalah nama satu lembah dineraka, yang melakukan pelanggaran tertentu akan tersiksa dineraka.[1]
Kata al-humazah adalah bentuk jamak dari kata hummaz yang terambil dari kata al-hamz yang pada mulanya berarti tekanan dan dorongan yang keras. Huruf hamzah dalam  alfabeth bahasa arab,dinamai demikian karena posisi lidah dalam pengucapannya berada diujung tenggorokan sehingga untuk mengucapkannya dibutuhkan semacam dorongan dan tekanan. Kalimat hamazat asy-syayathin berarti dorongan-dorongan syetan untuk melakukan kejahatan. Pengertian itu berkembang sehingga ia diartikan dengan mendorong orang lain dengan lidah (ucapan) atau dengan kata lain menggunjing, mengumpat, sisi negatif (mencela) orang lain tidak dihadapan yang bersangkutan. Dengan makna lain adalah ghibah.
Ada 6 yang dikecualikan dari larangan di atas, dengan kata lain agama dapat  membenarkan seseorang menyebut kejelekan orang lain dibelakang yang bersangkutan, selama salah satu yang disebut dibawah ini terpenuhi, yaitu :[2]
1.         Mengadukan penganiayaan yang dialami seseorang kepada pihak yang diduga dapat mengatasi penganiayaan itu.
2.         Mengharapkan bantuan dari siapa yang disampaikan kepadanya keburukan itu, agar keburukan itu dapat tersingkirkan.
3.         Menyebut keburukan dalam rangka meminta fatwa keagamaan.
4.         Menyebut keburukan seseorang dengan tujuan memberi.
5.         Membicarakan keburukan seseorang yang secara terang-terangan dan tanpa malu melakukannya.
6.         Mengidentifikasi seseorang atau memberinya gelar atau ciri tertentu, yang tanpa hal tersebut yang bersangkutan tidak terkenal.
Kata (لُّمَزَةٍ ) lumazah adalah bentuk jamak dari (lammaz) yang terambil dari kat (al-lamz). Kata ini digunakan untuk menggambarkan ejekan yang mengundang tawa. Sementara ulama berpendapat bahwa al-lamz adalah “mengejek dengan menggunakan isyarat mata atau tanagn yang disertai dengan kata-kata yang diucapkan secara berbisik, baik yang dihadapan maupun  dibelakang orang yang diejek.
AYAT 2-3
الَّذِي جَمَعَ مَالًا وَعَدَّدَهُ , يَحْسَبُ أَنَّ مَالَهُ أَخْلَدَه
“Yang menghimpun harta dan menghitung-hitungnya, dia mengira bahwa hartanya akan mengekalkannya”
Setelah ayat yang lalu mengecam pengumpat dan pengejek, ayat-ayat diatas mengisyaratkan salah satu perbuatan itu yakni pengumpat atau pengejek itu adalah orang yang menghimpun harta yang banyak dan sering kali menghitung-hitungnya, itu dilakukan karena ia mengira bahwa hartanya akan mengekalkannya.
Kata (mal) dari segi bahasa mulanya berarti cenderung atau senang. Agaknya dinamai demikian, karena hati manusia selalu cenderung dan senang kepadanya.
Kata ( عَدَّدَهُ ) ‘addadahu terambil dari kata ‘adda yang dapat dipahami dalam arti menghitung atau menganekaragamkan atau menyiapkan. Kata tersebut menggambarkan bahwa  si pengumpat yang mengumpulkan harta itu tidak sekedar mengumpulkannya, tetapi dia begitu cinta kepada harta sehingga dari saat-kesaat dia menghitung-hitungnya, dan dia begitu bangga dengannya sehingga memamerkannya. Atau menjadikannya beranekaragam dengan membeli berbagai ragam benda. Seperti sawah, ladang, kendaraan, rumah, pershiasan dan sebagainya dan juga dalam arti mempersiapkan untuk kebutuhan anak keturunannya. Betapapun, kesemuanya itu bermuara pada satu maksud bahwa yang bersangkutan amat cinta kepada harta benda dan amat kikir.[3]
Kata (akhladahu) terambil dari kata (al-khuld) kekal. Kata yang digunakan pada ayat ini berbenrtuk kata kerja bentuk lampau (madhi) tetapi maksudnya adalah masa datang (mudhari). Ini untuk mengisyaratkan betapa mantap dugaan itu dalam diri yang bersangkutan sehingga seakan-akan kekekalan tersebut sudah merupakan kepastian seperti pastinya sesuatu yang telah terjadi.
AYAT 4-5
كَلَّا ۖ لَيُنبَذَنَّ فِي الْحُطَمَةِ , وَمَا أَدْرَاكَ مَا الْحُطَمَةُ
“Tidak ! Dia pasti akan dilemparkan kedalam khutamah. Apakah yang menjadikan engkau mengetahui apakah al-khutamah”.
Ayat yang lalu menegaskan bahwa si pengumpat yang menumpuk dan menghitung-hitung harta menduga bahwa harta itu akan mengekalkannya. Ayat diatas membantah dugaan itu sambil mengancam yang bersangkutan bahwa: Tidak, atau hati-hatilah, Aku bersumpah dia pasti akan  dilemparkan ke neraka al-hutmah. Untuk menggambarkan betapa ngeri dan pedihnya siksa neraka itu ayat berikutnya menegaskan “wa maa adraaka” yakni apakah yang menjadikan engkau mengetahui apakah al-hutmah itu.
AYAT 6-9
نَارُ اللَّهِ الْمُوقَدَةُ , الَّتِي تَطَّلِعُ عَلَى الْأَفْئِدَةِ , إِنَّهَا عَلَيْهِم مُّؤْصَدَةٌ , فِي عَمَدٍ مُّمَدَّدَةٍ
“Api Allah yang naik sampai ke hati. Sesungguhnya ia atas mereka ditutup (rapat-rapat). Pada tiang-tiang yang sangat panjang”.
Setelah mengisyaratkan betapa hebatnya neraka dan bahwa dia diluar kemampuan nalar manusia untuk menjangkaunya, ayat-ayat diatas bagaikan menyatakan bahwa : Sekedar untuk menggambarkannya sesuai kemampuan kamu, al-hutmah adalah api Allah yang naik secara sempurna sampai kehati semua pendurhaka. Jangan duga ada diantara mereka yang dapat menghindar, jangan juga duga bahwa api itu mematikan mereka karena sesungguhnya ia yakni tempat api itu dikorbankan atas mereka secara khusus ditutup rapat-rapat sedang para yang tersiksa itu diikat pada tiang-tiang yang sangat panjang.[4]
B.     ASBABUN NUZUL
Pada suatu waktu Utsman bin Affan dan Abdillah bin Umar berkata: masih terdengar segar dalam telinga kami, bahwa ayat ke-1 dan ke-2 dari surah al-humazah diturunkan sehubungan dengan Ubayyin bin Khalaf, seorang hartawan besar dalam kalangan Quraisy. Ia selalu mengejek dan menghina Rasulullah SAW dengan harta kekayaan yang dimilikinya”. Ubayyin senantiasa membanggakan harta kekayaan yang dimiliki, dan beranggapan bahwa ia dapat hidup kekal dengan hartanya, sehingga tidak perlu beribadah kepada siapapun.[5]
(H.R Ibnu Abi Hatim dari Utsman dan Abdillah bin Umar).
Ayat ke-1 sampai dengan ayat ke-3, diturunkan sehubungan dengan Akhnas bin Syarik yang pekerjaan sehari-harinya hanya mengumpat dan mengejek orang lain. Ayat ini diturunkan Allah SWT, sebagai peringatan dan teguran atas perbuatan yang tidak terpuji tersebut. Balasan bagi mereka yang tidak memperhatikan peringatan ini, tidak lain adalah siksa yang sangat dari sisi Allah SWT.
(H.R Ibnu Abi Hatim dan Suddi)
Ayat ke 1 sampai dengan ayat ke 3, diturunkan sehubungan dengan jamil bin Amir al-jumhi, seorang pendekar dan tokoh yang musyrik yang pekerjaan dan sehari-harinya hanya menghina dan mengejek orang lain. Ayat-ayat ini diturunkan sebagai peringatan dari sisi Allah SWt.
(H.R Ibnu Jarir dari seorang suku Riqqah)
Ayat-ayat yang terkandung dalam surah al-humazah diturunkan sehubungan dengan Umayyah bi Khalaf yang selalu memaki, menghina, dan mencela Rasulluh SAW. Disetiap kesempatan bertemu. Sejalan dengan itu, maka Allah SWT. Memerintahkan malaikat jibril untuk menurunkan wahyu yang secara tegas memberikan sanksi hukuman (siksa) kepada orang kikir dan orang mengumpat. Mereka diancam dengan amuk api neraka khutamah.
(H.R ibnu Mundzir dari Abu Ishak)
C.  ASPEK KOMUNIKASI DALAM SURAT AL-HUMAZAH
                  Dalam Menganailisis surat al-humazah ini sesuai dengan kontekstual terdapat beberapa aspek yang terkandung didalamnya yakni politik, ekonomi, sosial dan budaya. Yang dimana aspek-aspek tersebut ada karena di setiap komunikasi itu ada yang namanya komunikator, komunikan dan media.
                  Komunikasi adalah proses penyampaian pesan dari individu atau komunikator menggunakan symbol/ media mempresentasikan suatu makna, pemikiran ide sesuai dengan lingkungan. Sesuai dengan analisis dari surat al-humazah ini komunikator berperan dalam menyampaikan pesan kepada komunikannya melalui bahasa/ media. Yang dimana dalam komunikasi tersebut terdapat suatu masalah atau pokok yang melahirkan beberapa bidang/ aspek yang tersebut diatas. 





BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pada surah Al-Humazah menyinggung tentang pemicu lahirnya sosok pengumpat lagi pencela, yaitu, "Yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitung maksudnya mengumpulkan dan menghitung-hitung harta yang karenanya dia menjadi kikir dan tidak mau menafkahkannya di jalan Allah. Dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya."
Ketika manusia mempersepsikan harta sebagai "segalanya" bahkan menuhankannya karena mengira harta itu berkuasa atas segala sesuatu, maka beragam sifat dan perilaku negatif dengan sendirinya akan muncul. Di mata manusia semacam ini, semua orang bisa diatur dan derajatnya lebih rendah darinya. Maka, menghina, mengumpat dan mencela orang lain adalah biasa dan lumrah bagi orang yang menghamba kepada harta.
Kedahsyatan ancaman bagi pengumpat dan pencela dilukiskan surat ini sejak awal ayat. Bahkan kata pertamanya adalah ancaman kebinasaan, "Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela." Penyebutan ancaman "Wail", kecelakaanlah... padahal di akhir surat juga diancam lagi dengan neraka, memberi pemahaman bahwa ini bisa saja merupakan ancaman kebinasaan dan kehancuran di dunia sebelum nanti di akhirat dimasukkan ke neraka. Karenanya, kehidupan pengumpat dan pencela tak akan pernah mendapat ketenangan, kedamaian dan jauh dari rahmat dan keberkahan Allah, meski bisa saja hidupnya bergelimang harta. Ketenangan, kebahagiaan dan kesejahteraan yang terlihat hanyalah fatamorgana. Kelak di akhirat, para pengumpat dan pencela akan dimasukkan ke neraka Huthamah.


DAFTAR PUSTAKA

Shihab Quraish, 2002, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian AL-Qur’an, Jakarta: Lentera Hati.
Mahali Mudjab, 2002, Asbabun Nuzul: Studi Pendalaman Al-Qur’an Surat Al-Baqarah- An- Nas, Jakarata: PT Raja Grafindo Persada.

[1] Shihab Quraish, 2002, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian AL-Qur’an, Jakarta: Lentera Hati Hal :511
[2] Shihab Quraish, 2002, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian AL-Qur’an, Jakarta: Lentera Hati Hal :512
[3] Shihab Quraish, 2002, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian AL-Qur’an, Jakarta: Lentera Hati Hal :515
[4] Shihab Quraish, 2002, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian AL-Qur’an, Jakarta: Lentera Hati Hal :517
[5] Mahali Mudjab, 2002, Asbabun Nuzum: Studi Pendalaman Al-Qur’an Surat Al-Baqarah- An- Nas, jakarata: PT raja Grafindo Persada, Hal : 948-949

Tafsir Dakwah II

BAB II
PEMBAHASAN
A.    TAFSIRAN  SURAH AL-HUMAZAH
(QS Al Humazah [104]: 1 – 9)

Terjemahan
Text Qur'an
Ayat

Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela,
وَيْلٌ لِكُلِّ هُمَزَةٍ لُمَزَةٍ
1

yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya, [maksudnya mengumpulkan dan menghitung-hitung harta yang karenanya dia menjadi kikir dan tidak mau menafkahkannya di jalan Allah].
الَّذِي جَمَعَ مَالا وَعَدَّدَهُ
2

dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya,
يَحْسَبُ أَنَّ مَالَهُ أَخْلَدَهُ
3

sekali-kali tidak! Sesungguhnya dia benar-benar akan dilemparkan ke dalam Huthamah.
كَلا لَيُنْبَذَنَّ فِي الْحُطَمَةِ
4

Dan tahukah kamu apa Huthamah itu?
وَمَا أَدْرَاكَ مَا الْحُطَمَةُ
5

(yaitu) api (yang disediakan) Allah yang dinyalakan,
نَارُ اللَّهِ الْمُوقَدَةُ
6

yang (membakar) sampai ke hati.
الَّتِي تَطَّلِعُ عَلَى الأفْئِدَةِ
7

Sesungguhnya api itu ditutup rapat atas mereka,
إِنَّهَا عَلَيْهِمْ مُؤْصَدَةٌ
8

(sedang mereka itu) diikat pada tiang-tiang yang panjang.
فِي عَمَدٍ مُمَدَّدَةٍ
9

Tafsir Dakwah 1

MAKALAH TAFSIR DAKWAH (KOMUNIKASI) Tentang SURAH AL-HUMAZAH
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Surah al Humazah ini terdiri dari 9 ayat, tergolong surat-surat Makkiyah dan diturunkan setelah surat Al Qiyamah. Kaitannya dengan surat Al ‘Ashr ialah ketika Allah di dalam Surat Al ‘Ashr menyebutkan bahwa semua persoalan manusia bergelimang dalam kesesatan, kecuali orang yang dilindungi Allah, lalu di sini Dia menyebutkan sebagian sifat-sifat orang yang sesat itu.
 Surat ini bercerita tentang kecelakaan yang akan dialami oleh orang yang suka mengumpat dan mencela. Mengumpat adalah mencaci maki dan menjelek-jelekkan orang lain secara terang-terangan ketika orang yang dicaci maki itu ada di hadapannya. Sedangkan mencela, biasanya dilakukan ketika orang yang dicela itu tidak ada. Orang yang senang mengumpat disebut pengumpat.
Pada zaman Nabi Muhammad SAW terdapat seorang musyrik yang bernama Al-Akhnas bin Syuraiq. Dia adalah orang yang sangat membenci Nabi SAW. Setiap bertemu Nabi dia mencaci maki beliau. Jika Nabi tidak ada, dia menjelek-jelekkan beliau di depan orang banyak. Karena itu, Allah menurunkan surat Al Humazah yang menjelaskan bahwa orang seperti itu akan celaka.

B.     Rumusan Masalah
a.       Bagaimana tafsiran ayat surat Al-Humazah?
b.      Apa asbabun nuzul dari ayat al-humazah?
c.       Bagaimana aspek komunikasi dalam surat al-humazah?

C.    Tujuan
Supaya para pembaca bisa mengatahui apa tafsiran dari setiap ayat pada surat Al-Humazah, asbabun nuzulnya serta aspek komunikasi yang dipakai dalam surat al-humazah.